****__ Selamat Datang & Terimakasih sudah mengunjungi blog kami__ ****

Ngeblog bareng yuuks biar tambah wawasan ... ****

Jumat, 30 April 2010

STRATEGI MEMANTAPKAN KEPEMIMPINAN POLRI DALAM MENGAKSELERASI POLMAS


Oleh : Drs. Sugianto, MSi.[1]
Dimensi kepemimpinan selalu bersifat kontekstual dan dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Kepemimpinan selain membutuhkan kapabilitas personil (kemampuan memimpin), juga perlu adanya komitmen yang kuat dari segenap pimpinan struktural atau pembuat kebijakan struktural dan dukungan sumber daya yang memungkinkan seseorang dapat memimpin secara efektif. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi harus mampu menjabarkan visi dan misi organisasi melalui kebijakan dan strategi serta dioperasionalisasikan dalam bentuk program-program atau kegiatan guna mencapai tujuan organisasi.
Perencanaan Strategis (Renstra) Polri 2005-2009 telah memasukkan Polmas sebagai sebuah strategi Polri untuk membangun kemitraan sejajar dengan masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui upaya-upaya pre-emtif dan pemecahan akar masalah yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Untuk mengimplementasikan Polmas, Kapolri mengeluarkan Surat Keputusan No. Pol. : 737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Salah satu strategi yang harus dikembangkan Polri adalah mengedepankan kepemimpinan angkatan muda Polri dalam penerapan Polmas.
Untuk mewujudkan kepemimpinan Polri yang mampu mengakselerasi penerapan Polmas, maka dibutuhkan beberapa strategi antara lain adalah membangun komitmen atau tanggung jawab moral untuk menerapkan Polmas sebagai strategi Polri untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), kemampuan membangun birokrasi Polri yang profesional, adanya sistem pengawasan dan pengendalian (wasdal) atas penerapan Polmas, serta adanya dukungan dan partisipasi aktif dari pihak-pihak terkait (stakeholders) dan masyarakat.
a. Komitmen dan Tanggungjawab Pimpinan Polri
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan penerapan Polmas adalah kuatnya komitmen pimpinan Polri di semua level kesatuan, mulai dari Mabes, Polda hingga Polres dan Polsek. Komitmen pimpinan Polri tidak cukup hanya dalam bentuk komitmen personil, namun harus ditransformasikan menjadi komitmen kelembagaan yang diwujudkan dalam bentuk sistem dan metode kerja mencakup :
1) Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit and Proper Test)
Untuk menghasilkan pemimpin Polri yang memiliki komitmen kuat terhadap penerapan Polmas, maka setiap anggota Polri yang mencalonkan diri menjadi pemimpin Polri harus menjalani “Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit and Proper Test)”. Melalui tes ini setiap calon pimpinan Polri harus memiliki pengetahuan dan konsep Polmas serta bagaimana strategi penerapannya di lapangan. Keharusan menjalani tes ini juga akan menjadikan Polmas sebagai wacana atau paradigma bagi setiap anggota Polri yang akan menjadi pemimpin dan merupakan salah satu strategi utama Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Keharusan menjalani fit and proper test ini dapat dibangun melalui kebijakan Kapolri dan dilakukan oleh tim independen atau perguruan tinggi yang kompeten. Mekanisme seleksi dengan fit and proper test diharapkan mampu menghasilkan pimpinan Polri yang berkualitas dan memiliki visi pembangunan Polri yang profesional, bermoral dan moderen.
2) Kontrak Kerja
Setiap pimpinan Polri harus menandatangani “kontrak kerja” selama jangka waktu tertentu untuk menjalankan program-program kerja yang diajukannya ketika mengikuti seleksi. Kontrak kerja tersebut juga mencakup komitmen untuk merelisasikan program Polmas dengan target pencapaian hasil yang didasarkan atas indikator-indikator keberhasilan yang telah ditetapkan oleh Polri.
Kontrak kerja juga mencakup kemampuan pimpinan Polri dalam membangun etika kerja di lingkungan organisasinya serta mampu mengubah paradigma berpikir anggota Polri yang menjadi bawahannya agar menjadikan Polmas sebagai pendekatan utama Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Pimpinan Polri juga harus mampu menegakkan etika kerja kepolisian bagi diri dan bawahannya serta memotivasi bawahannya agar bekerja secara profesional serta menjaga perilakunya agar tidak melanggar hukum dan etika kerja kepolisian, sehingga diharapkan dapat membangun akuntabilitas Polri di tengah masyarakat.
Dengan adanya kontrak kerja diharapkan pimpinan Polri dapat bekerja secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab untuk meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas Polri serta mensukseskan program Polmas di wilayah kerjanya. Keberhasilan merealisasikan target pencapaian hasil program Polmas selama menjadi pimpinan Polri, maka akan menjadi bahan pertimbangan untuk promosi jabatan yang lebih tinggi. Sebaliknya, kegagalan dalam merealisasikan program Polmas akan menjadi catatan (track record) buruk bagi perjalanan karirnya.
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
Setiap pimpinan Polri juga harus mampu mengembangkan manajemen sumber daya manusia (SDM) di kesatuan yang dipimpinnya, mencakup pembagian tugas dan kewenangan (job description), adanya studi kelayakan (feasibility study) dalam perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), sistem reward and punishment, sistem penilaian kinerja, kaderisasi dan pengembangan karir (promosi, mutasi dan demosi).
1) Deskripsi Kerja (Job Description)
Untuk meningkatkan efektivitas kerja organisasi, seorang pimpinan Polri harus mengetahui beban kerja dan tanggung jawab organisasi sehingga mampu mendistribusikan tugas dan tanggung jawab tersebut kepada sumber daya manusia (SDM) yang tersedia secara tepat.
Pembagian tugas dan tanggung jawab/kewenangan harus dilakukan secara tepat yang didasarkan atas latar belakang pendidikan dan keahlian, prestasi dan pengalaman setiap personil yang ada. Adanya pembagian kerja yang jelas tersebut juga harus ditunjang oleh sistem atau metode hubungan dan tata cara kerja antar bagian atau unit dalam organisasi Polri tersebut.
Dengan adanya pembagian kerja yang jelas dari setiap personil, maka tugas dan tanggung jawab seorang petugas Polmas juga akan jelas dan tidak dibebani oleh tugas dan tanggung jawab lain yang dapat mengganggu kinerja penerapan Polmas.
2) Studi Kelayakan dalam Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk menghasilkan kinerja organisasi yang optimal, maka dibutuhkan perencanaan dan strategi pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang terarah dan tepat sasaran. Perencanaan dan strategi pengembangan sumber daya manusia tersebut hendaknya didasarkan atas hasil kajian yang mendalam terhadap berbagai aspek kebutuhan organisasi dan cakupan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
Kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk menerapkan Polmas hendaknya didasarkan atas berbagai aspek, seperti aspek kultur masyarakat, perangkat kebijakan yang diperlukan, ketersediaan sumber daya dan lain-lain. Pimpinan Polri hendaknya mampu membuat perencanaan dan strategi pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk menerapkan program Polmas yang didasarkan atas hasil studi kelayakan pada aspek kebijakan, kelembagaan, struktur masyarakat, karakter dan budaya masyarakat serta sumber daya agar penerapan program Polmas dapat berjalan secara efektif.
3) Sistem Imbalan dan Hukuman (Reward and Punishment)
Untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja personil Polri, maka pimpinan Polri dapat menerapkan sistem imbalan dan hukuman (reward and punishment). Setiap personil Polri yang berprestasi atau berhasil melaksanakan tugas dengan baik harus diberikan imbalan (reward) yang pantas dan personil yang dinilai gagal melaksanakan tugas atau melanggar kode etik akan mendapatkan hukuman (punishment).
Untuk meningkatkan performa program Polmas, pimpinan Polri dapat menerapkan sistem imbalan dan hukuman kepada setiap personil yang bertanggung jawab terhadap program tersebut. Personil yang dinilai berhasil menjalankan program Polmas akan mendapatkan imbalan berupa promosi kenaikan pangkat atau jenjang jabatan yang lebih tinggi.
Dengan diterapkan sistem imbalan dan hukuman tersebut, maka setiap personil Polri akan bersaing secara sehat untuk terlibat dalam program Polmas. Adanya insentif promosi tersebut diharapkan setiap personil Polri akan berusaha mempelajari dan memahami Polmas secara baik, sehingga pada akhirnya akan mengubah paradigma atau cara berpikir setiap personil Polri terhadap Polmas.
4) Sistem Penilaian Kinerja
Untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja personil Polri, dibutuhkan sistem penilaian kinerja yang akuntabel, adil dan transparan. Pimpinan Polri harus mampu membangun sebuah sistem penilaian kinerja yang adil (fairness), obyektif dan transparan. Penilaian kinerja harus didasarkan atas kriteria yang jelas dan baku serta tidak bersifat subyektif yang dapat ditafsirkan atas dasar like or dislike (suka atau tidak suka).
Mekanisme penilaian tidak hanya bersifat top down atau atasan terhadap bawahan, namun juga bersifat 2 (dua) arah, yakni penilaian yang bersifat vertikal (atasan terhadap bawahan dan bawahan terhadap atasan) serta bersifat horisontal, yakni antar personil Polri dalam jenjang kepangkatan atau jabatan yang sama. Penilaian didasarkan atas dasar fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya dan bukan atas isu/gosip atau asumsi semata.
5) Pengembangan Karir (Promosi, Mutasi dan Demosi)
Untuk meningkatkan atau menjaga semangat (spirit) kerja personil Polri, pimpinan Polri harus mampu membangun sistem pengembangan karir yang memungkinkan setiap personil memiliki kesempatan untuk meningkatkan karir atau jabatannya. Pengembangan karir tersebut dapat dibangun melalui sistem promosi, mutasi dan demosi yang adil, obyektif dan transparan.
Setiap personil yang berprestasi atau berhasil melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara baik, berhak mendapatkan promosi peningkatan pangkat dan jabatan. Dan sebaliknya, personil Polri yang dinilai gagal atau tidak berhasil menjalankan tugas dan tanggung jawabnya atau melanggar etika kerja kepolisian, akan mendapatkan demosi atau penurunan pangkat dan jabatan.
Pimpinan Polri juga harus dapat membangun mekanisme mutasi atau pemindahan tempat tugas personil Polri secara transparan. Setiap personil berhak mengetahui alasan atau sebab dilakukannya mutasi terhadap dirinya. Dengan adanya sistem promosi dan demosi serta mekanisme mutasi yang jelas, adil, obyektif dan transparan, maka setiap personil Polri yang bertanggung jawab terhadap penerapan Polmas akan bekerja secara optimal guna mendapatkan promosi dan mutasi ke jenjang karir yang lebih tinggi.
6) Kaderisasi
Untuk menjaga ketersediaan personil yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang tertentu, maka harus ada mekanisme atau sistem pengkaderan yang berkesinambungan. Pengkaderan personil sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) implementasi sebuah program kerja atau kegiatan.
Adanya mekanisme promosi atau demosi, memungkinkan setiap personil Polmas dimutasi untuk mengisi jabatan lain, sehingga dapat mengakibatkan kekosongan posisi jabatan yang ditinggalkan personil tersebut. Penempatan personil yang kurang tepat atau tidak memiliki kemampuan/keahlian dalam penerapan Polmas, dapat mengganggu aktivitas kerja atau penerapan program Polmas yang sedang berjalan.
Untuk mengantisipasi hal di atas, pimpinan Polri harus membangun sistem pengkaderan yang baku, obyektif dan transparan. Pengkaderan dapat dibangun melalui proses pendidikan dan latihan, sosialisasi atau pembelajaran sambil bekerja (learning by doing) melalui transformasi pengetahuan atau keterampilan antar personil Polri yang menduduki posisi atau jabatan di Polmas.
c. Rasionalitas Sistem Birokrasi Polri
Keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya, sangat ditentukan oleh sistem birokrasi dan budaya organisasi. Sebuah sistem birokrasi yang korup, dapat membentuk atau mendorong orang yang jujur menjadi korup pula. Sistem birokrasi dapat menjadi “penjara” bagi ide-ide kreatif dan inovatif serta dapat membentuk “mentalitas” seseorang yang berada di dalam birokrasi tersebut.
Untuk menciptakan lingkungan organisasi yang sehat, pimpinan Polri harus melakukan evaluasi atau penilaian kesehatan organisasi Polri yang dipimpinnya (organization health audit). Kesehatan organisasi merupakan prasyarat bagi berkembangnya ide-ide atau pemikiran kreatif dan inovatif bagi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Berkembangnya ide-ide atau gagasan pemikiran tentang penerapan Polmas, kadang terkendala oleh sistem birokrasi yang menghambat penerapan Polmas seperti lambatnya prosedur pencairan anggaran Polmas.
Pimpinan Polri harus menghilangkan segala hambatan birokrasi melalui rasionalitas birokrasi yang mampu mendukung berkembangnya ide-ide atau gagasan pemikiran yang dapat meningkatkan akselerasi penerapan Polmas di seluruh wilayah tugas Polri.
d. Sistem Pengawasan dan Penilaian (Monitoring dan Evaluasi)
Untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja personil Polri, dibutuhkan sistem pengawasan dan penilaian terhadap perencanaan dan implementasi program kerja atau kegiatan guna mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan program kerja atau kegiatan tersebut. Mekanisme pengawasan dilakukan secara berkala, mencakup pengawasan internal organisasi Polri dan pengawasan yang dilakukan pihak lain di luar Polri, seperti masyarakat, media massa, ormas, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain-lain. Sedangkan sistem penilaian (evaluasi) dilakukan pada setiap periode tertentu atau pada akhir program kerja dan didasarkan atas kriteria dan indikator keberhasilan program kerja yang jelas dan transparan.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan dan berbagai hambatan yang ditemui dalam penerapan Polmas, pimpinan Polri harus mampu mengembangkan sistem pengawasan dan penilaian kinerja. Pengawasan internal organisasi dilakukan melalui pembuatan laporan kemajuan (progress report) penerapan Polmas secara berkala (misalnya bulanan atau triwulan). Dan untuk mengetahui kebenaran isi laporan kemajuan, pimpinan Polri harus melakukan peninjauan atau kunjungan lapangan guna menilai sejauh mana keberhasilan penerapan Polmas serta berbagai kendala yang dihadapi personil Polri di lapangan.
Pimpinan Polri dapat membangun mekanisme pengawasan eksternal guna mendapatkan berbagai masukan ide, gagasan, pemikiran atau keluhan anggota masyarakat, ormas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), baik yang disampaikan secara langsung kepada pimpinan Polri maupun yang disampaikan melalui pemberitaan media massa. Berbagai masukan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan pimpinan Polri untuk menilai kinerja personil Polri guna meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Polri di mata masyarakat.
e. Pertanggungjawaban dan Akuntabilitas Publik
Polri merupakan lembaga publik yang secara struktural bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia, namun secara moral juga bertanggung jawab kepada rakyat, karena sumber anggaran Polri berasal dari pajak-pajak yang dibayarkan masyarakat. Oleh karena itu, Polri harus mempertanggungjawabkan seluruh penggunaan anggaran kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas publik oleh Polri.
Sebagai bentuk akuntabiltas publik, pimpinan Polri dapat membangun mekanisme pertanggungjawaban setiap unit atau bagian dari kesatuan Polri yang dipimpinnya. Setiap unit atau bagian di kesatuan Polri (Mabes, Polda, Polres dan Polsek) harus membuat laporan pertanggungjawaban yang menunjukkan tingkat pencapaian hasil (performance) berdasarkan perbandingan antara perencanaan dengan realisasi (program dan anggaran).
f. Keterlibatan Pihak-pihak Terkait (Stakeholder Engagement)
Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) bukan hanya urusan Polri semata, namun merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Untuk itu, Polri membutuhkan dukungan dari berbagai pihak terkait (stakeholders) guna memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), pimpinan Polri harus mampu membangun dukungan dari berbagai kalangan, seperti pemerintah daerah, DPRD, dunia usaha (private sector), media massa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi dan masyarakat. Dukungan stakeholders dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan masyarakat, media massa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap sikap dan perilaku personil Polri, dukungan anggaran melalui APBD, partisipasi dunia usaha dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui program community development atau corporate social responsibility (CSR) serta kalangan akademisi dalam bentuk gagasan pemikiran, ide-ide maupun kritik guna terwujudnya akuntabilitas Polri.

[1] Direktur Eksekutif ICPS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar