****__ Selamat Datang & Terimakasih sudah mengunjungi blog kami__ ****

Ngeblog bareng yuuks biar tambah wawasan ... ****

Jumat, 30 April 2010

PRIORITAS PROGRAM CITRA POLRI


Cetak E-mail
Ditulis Oleh Komisi Kepolisian, 29 Januari 2009   
Rabu pagi di PTIK Jakarta Kapolri Jenderal Pol. Bambang Hendarso mengatakan,  Program kerja ditahun 2009, telah dicanangkan dalam bentuk akselerasi transformasi Polri menuju Polri yang mandiri, professional dan di percaya masyarakat, yang serentak telah di sosialisasikan keseluruh Polda, dengan maksud dapat dipahami dan dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas sehari - hari. Program tersebut disusun dari sumber naskah FIT AND PROPER TES di deapan Komisi III DPR RI dan beberapa masukan yang diterima dari siding Komisi dimaksud. Dengan demikian program tersebut, sesungguhnya merupakan komitmen bersama yang merupakan janji dihadapan wakil rakyat. Hal ini mengandung konsekuensi harus dilakukan dengan penuh kesungguhan, dilandasi oleh keikhlasan dan ketulusan serta loyalitas kepada Bangsa dan Negara.

Ditambahkan Kapolri, Program tersebut selanjutnya telah dikirim kepada Presiden / Wakil Presiden RI, Ketua DPR RI, Pimpinan / Anggota Komisi III DPR RI, Kompolnas, dan beberapa pejabat tertentu, dengan harapan agar dipahami sebagai usaha yang akan dilakukan selama tahun berjalan, dan sekaligus berharap masukan - masukan berharga terkait dengan pembenahan menuju Polri yang lebih baik.

Program tersebut pada intinya berfokus pada perubahan kultur ( perilaku ) anggota Polri, yang sampai saat ini dirasakan belum sesuai dengan harapan, sehingga sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Perilaku yang arogan, tidak professional dan jauh dari sikap melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, masih ditemukan sehingga memberikan kesan bahwa Polri adalah sebagai penguasa belaka. Realitas obyektif dari kondisi tersebut, harus diakui secara tulus dan jujur, untuk kemudian dijadikan cambuk pemicu untuk membenahi dan menata kembali kearah yang sesuai dengan harapan masyarakat, dengan dilandasi kehendak kuat untuk berubah.

Perubahan kearah tata kepemerintahan yang baik ( GOOD GOVERNANCE ) sebagai suatu paradigma, merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah Negara Demokratis. Reformasi pemerintah berkeinginan mengamalkan prinsip - prinsip demokrasi segala bidang, yang meletakan kekuasaan di tangan rakyat bukan di tangan penguasa. Darai perspektif ini, tata tata pemerintahan yang demokratis, pada dasarnya terletak pada wujud control terhadap kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh rakyat dan dijalankan secara maksimal, professional dan bertanggung jawab, sehingga membuka ruang para pejabat untuk dikontrol oleh rakyat melalui akuntabilitas kinerja.

Dengan demikian, lanjut Kapolri, tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, keseimbangan peran dan adanya saling control yang dilakukan oleh tiga komponen yakni Pemerintah ( Government ) Rakyat ( Citizen atau Civil Society ) dan Usahawan ( Businessman ) yang berada disektor swasta, serta ditambah dengan komponen moral sebagai landasan berperilaku yang berfunsi membalut ketiga komponen tersebut agar terhindar dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk itu, control masyarakat sebagai pemberi mandat terhadap kinerja pemerintah, harus diwujudkan secara transparan dan akuntabel.

Perubahan yang mengarah kepada tata kepemerintahan yang baik, telah dilakukan oleh beberapa instansi yang dipayungi oleh undang - undang, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, Polri harus segera melakukan perubahan sebagaimana tuntuan reformasi. Proses reformasi telah menghasilkan ketentuan pelayanan publik, pengawasan oleh ombudsman, kompolnas serta berbagai rancangan undang - undang yang dipersiapkan dalam rangka menjamin terlaksananya pelayanan prima kepada masyarakat, disertai dengan sangsi - sangsinya bila tidak dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah.

Disamping itu, tambah Bambang Hendarso, seiring dengan proses demokratisasi pada lingkungan masyarakat madani ( Civil Society ), warga masyarakat, termasuk LSM, diharapkan juga turut serta mengontrol jalannya pemerintahan dan Negara, untuk menjamin terlindunginya kepentingan dan hak - hak rakyat. Realitas kedaulatan rakyat dalam bingkai demokrasi perlu disikapi secara konsepsional, sehingga melahirkan pemikiran - pemikiran yang strategis serta dapat diimplementasikan dilapangan. Hal ini menginyat bahwa pelayanan yang harus disajikan Polri, memiliki cakupan yang sangat luas dan menyentuh jiwa, harta benda, kebebasan, kemerdekaan, dan hak asasi manusia, serta kebutuhan administrasi kewargaan yang di kelola oleh Polri. Cakupan kerja yang luas pada dasarnya mengandung limpahan mandat dari masyarakat kepada Polri, yang senantiasa harus dijaga dengan baik, karena memiliki makna bahwa masyarakat menaruh kepercayaan terhadap Polri untuk melakukan tugas   tugasnya demi kepentingan masyarakat.

Grand Strategi Polri 2005 - 2025 pada tahap pertama ( 2005 - 2010 ) mencanangkan " Trust Building " yang praktis tinggal tersisadua tahun kedepan. Periode ini memiliki nilai strategis dan sekaligus juga masa kritis dalam rangka memantapkan organisasi yang kuat dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat sekaligus penegak hokum yang dipercaya masyarakat.
Secara rinci Kapolri mengatakan,

I.    A. Penilaian Kinerja Pembinaan
Bidang ini meliputi personel, materil, fasilitas dan jasa, pengembangan system dan metode serta pengawasan.

1.    Bidang Pembinaan SDM.
Pada tahun 2008 telah dilakukan rekruitmen Bintara sebanyak 12.973, dan untuk Akpol 300 personel. Hal tersebut dilakukan dalam rangka penambahan personel anggota Polri untuk mncapai ratio 1 : 500. Proses rekruitmen berjalan secara bersih, transparan dan akuntabel, serta memperhatikan kebhinekaan dengan memberi kuota untuk putra daerah tertentu. Untuk rekruitmen AKPOL, Polri memperoleh penghargaan dari Muri berupa " Pelopor Inovasi 2007 ". Namun disadari, dalam pelaksanaannya masih perlu ditingkatkan dan dikembangkan, terutama pada rekruitmen Bintara yang jumlahnya cukup besar.Rekruitmen Bintara diharapkan tidak hanya untuk memenuhi kuantitas sesuai program, dengan mengabaikan kuantitas calon. Hal ini harus ditekankan, agar target pencapaian kualitas bagi calon Bintara diutamakan, karena kurang lebih 90% struktur kepangkatan dan kehadiran Polri dilapangan disominasi oleh Bintara. Posisi dan peran Bintara sebagai BACKBONE dan ujung tombak, serta sekaligus cerminan wajah Polri yang menyandang atribut kewenangan diskresi, menyebabkan mereka menjadi variable yang dominant untuk pembentukan citra positif maupun negative.

Oleh karena itu, disamping perlunya rekruitmen yang bersih, transparan, dan bebas KKN, hendaknya dilakukan terobosan - terobosan dalam pelaksanaan seleksi, agar diperoleh calon yang sungguh - sungguh ingin menjadi anggota Polri, serta memenuhi standar kualitas yang diinginkan.

Selain rekruitmen yang baik, perlu juga pembenahan SPN yang mendidik Bintara, sehingga dapat mencetak anggota yang siap pakai, serta memiliki moral Tribrata. Menyadari bahwa anggota Polri berasal dari berbagai etnis dan khasanah kebhinekaan, maka hendaknya dapat dijadikan sebagai modal social untuk memperkokohpersatuan dan kesatuan, dalam wadah NKRI. Namun demikian, mengingat latar belakang asal usul yang berbeda maka perlu penegasan standar pemahaman dang penghayatan moral Tribrata bagi Bintara.

Selain rekruitmen dan proses pendidikan yang berlangsung di SPN, hal yang tidak kalah pentingnya dan sangat menentukan dalam pembentukan profesionalisme Bintara adalah, kepemimpinan yang kuat setrta keteladanan dari lingkungan dimana para Bintara itu berada. Oleh karena itu, saya minta kepada para Kapolda, agar senantiasa memberikan arahan kepada pimpinan ditingkat satuan bahwa untuk menampilkan kepemimpinan yang dapat diteladani.

Demikian pula rekruitmen calon perwira ( Setukpa Polri ), juga harus dapat menyiapkan calon yang berkualitas. Calon dari sumber D-3 dan S-1, agar lebih dicermati karena banyak yang berasal dari perguruan tinggi yang menghasilkan peserta didik yang kurangberkualitas, karena memberikan kemudahan - kemudahan tertentu. Persyaratan khusus bagi calon Setukpa Polri yang diperuntukan bagi bintara dengan gelar D-3 dan S-1, menimbulkan pandangan diskriminatif dan tidak mencerminkan MERIT SYSTEM, karena adanya keistimewaan terhadap personel yang nota bene tugas sambil kuliah. Untuk membangun motivasi dan soliditas bagi komunitas Bintara, maka hendaknya persyaratan yang diskriminatif dapat dipertimbangkan dan tetap mengacu pada kinerja individual yang mencerminkan Merit System. Hal ini penting karena posisi dan peran Bintara sangat mewarnai dalam pembentukan citra Polri, sehingga motivasi dan soliditas komunitas Bintara harus tetap terjaga demi keberhasilan tugas dilapangan.

Selanjutnya tambah Kapolri, seluruh lembaga pendidikan Polri juga harus dibenahi, untuk menentukan posisi awal, kemudia merencanakan perubahan sesuai prioritas, disesuaikan dengan dinamika perubahan dan kepentingan pelaksanaan tugas. Perlu dipahami bahwa, perubahan kultur sesungguhnya berawal dari lembaga pendidikan. Untuk itu, jadikan lembaga pendidikan Polri sebagai center Of Excellence ( Pusat Keunggulan ) dalam membentuk anggota Polri yang humanis, berbudaya dan cerdas.

Upaya - upaya diatas, hendaknya juga dibarengi dengan pola pembinaan karier yang berprinsip Merit System. Motivasi dan semangat anggota dalam pelaksanaan tugas sangat dipengaruhi oleh system karier yang bersih, transparan dan akuntabelserta sesuai jenjang karier yang berlaku dan telah disepakati oleh penilaian prestasi, penilaian kematangan dalam jabatan awal ( minimal 6 bulan ), integritas dan loyalitas, serta senioritas.

Dibeberapa Polda ditemukan sejumlah personel PAMA sampai dengan PAMEN ( AKBP ) yang non - job, disebabkan karena ruang jabatan yang terbatas, sehingga hal ini bila dikaitkan dengan pemberdayaan aparatur Negara merupakan " Pengangguran " yang dibiayai oleh Negara. Disamping itu, secara psikologis akan mengganggu soliditas disatuan tersebut. Hal ini merupakan temuan yang harus segera ditindaklanjuti mengingat masalah ini mengandung kerawanan ( secara psikologis kelompok ini frustasi ), disaat menghadapi tugas pengamanan Pemilu 2009. Kelompok anggota yang non - jabatan bila tidak diberdayakan akan mempengaruhi tingkat disiplin yang menimbulkan kerawanan terhadap netralitas Polri dalam Pemilu.

Selain harus segera diberi jabatan, perlu dipikirkan penerimaan SETUKPA dan SESPIMPOL ( setahun 2 kali ), karena lulusannya turut mempengaruhi terjadinya sejumlah anggota yang non - jabatan, dikarenakan persaingan didalam memanfaatkan ruang jabatan yang terbatas. Disamping itu, yang memberi kontribusi sempitnya ruang jabatan adalah pola penempatan dari SETUKPA dan SESPIMPOL, dimana seharusnya ditempatkan diwilayah yang masih menyediakan ruang jabatan yang memadai.

2.    Akanhalnya, kata Kapolri, Bidang pembinaan materil, fasilitas dan jasa ( MATFASJAS ). Prioritas mendesak sebagai kelanjutan dari program kerja tahun 2008 adalah penyiapan kelengkapan pengamanan Pemilu 2009. Tingkatkan terus transparansi dalam proses pengadaan baran dan jasa yang bebas KKN ( baik APBN maupun Kredit Expor ). Barang dan jasa yang memiliki sertifikasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain itu lanjutkan pembangunan 6 ( enam ) Satuan Polair kewilayah, pos - pos Polisi perbatasan dan Pulau _ Pulau terluar, karena hal ini terkait dengan keutuhan wilayah NKRI. Khusus dalam rangka penugasan perdamaian dunia, perlu disiapkan kelengkapan untuk FORMED POLICE UNIT (FPU) di sudan, berupa pengadaan materil logistik, Alkomlek, alat dan bekal kesehatan ( level 1 standar PBB ). Samapai saat ini, Polri masih mendapat status DISCLAIMER dari BPK RI, karena belum tertibnya pencatatan keberadaan dan status dari asset Polri, sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan secara yuridis. Kondis ini juga menuntut untuk dilakukan pembenahan tata kelola asset sesuai dengan system akuntabilitas barang milik Negara (SABMN ).

3.    Bidang Pembinaan Anggaran
Anggaran yang diterima Polri pada tahun 2008 cukup besar, mencapai kurang lebih 23,5 trilyun, namun besaran angka ini lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan untuk biaya operasional relative belum memadai, sehingga penggunaannya agar dimanfaatkan secara maksimal, dengan prioritas - prioritas yang dapat mengantisipasi tugas dilapangan.

Dengan demikian dalam mengoptimalkan pengelolaan anggaran dititik beratkan pada bidang operasional pelayanan Polri kepada masyarakat. Untuk mendukung hal tersebut telah dilakukan otorisasi anggaran yang langsung ke satker - satker, sehingga tidak ada lagi pemusatan anggaran di pusat ( Mabes Polri ), dalam arti bahwa seluruh DIPA dari satker  berlaku sebagai otorisasi. Hal ini menguntungkan bagi kesatuan operasional wilayah dalam menggunakan dana untuk mempercepat pembiayaan kegiatan di lapangan, namun demikian administrasi dan keuangan masih diperlukan control Mabes Polri dan perlu diarahkan lebih lanjut untuk menyelaraskan dengan program akselerasi.

Pada anggaran tahun 2008, masih adanya sisa anggaran khusunya yang berkaitan dengan belanja pegawai, belanja modal and belanja kegiatan Binamitra. Mencermati kegiatan Binamitra yang masih memberi kontribusi terhadap sisa anggaran dimaksud, hal ini menunjukan lemahnya fungsi perencanaan pada satker pengguna diwilayah yang tidak dapat melaksanakan program kerjanya sesuai dengan DIPA Satker. Agar hal ini tidak terjadi, diharapkan Kasatwil dapat memberikan arahan dan mengikutiproses perencanaan sejak awal, serta jangan hanya menyerahkan hal tersebut kepada pejabat bawahan tertentu.

Pada anggaran pendidikan, masih dapat dimaklumi adanya perbedaan alokasi dana pendidikan di Bareskrim Polri dengan Ditreskrim Polda / Kewilayahan, dimana Bareskrim polri bertanggungjawab keuangan berdasarkan indeks kegiatan, sedangkan pada Ditreskrim Polda / Kewilayahan berdasarkan indeks anggaran per kasus yang dilaporkan sesuai dengan criteria dukungan anggarannya. Untuk pelaksanaan lebih lanjut, hendaknya dirumuskan keambali agar terjadi kesamaan untuk keseluruhan jajaran.
Pengalaman dalam rangka pengamanan Pilkada, para Kasatker juga menerima dukungan anggaran dari Pemerintah Daerah, hal ini hendaknya dilakukan pencatatan dan tata kelola anggaran yang baik sesuai ketentuan yang berlaku.

Dalam rangka akuntabilitas dibidang tata kelola anggaran, masih menghadapi kendala dalam menyusun laporan realisasi anggaran Polri setiap tahun yang selalu terlambat melampaui batas waktu yang ditentukan. Hal ini tidak dapat dibiarkan, oleh karena itu, perlu terobosan agar laporan tersebut dapat selesai tepat waktu pada setiap tutup tahun anggaran yang telah ditentukan. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan penyiapan tenaga yang terampil dan memiliki kompetensi bendaharawan satuan melalui penataran, pendidikan yang khusus dan kemudian perlu ditata pembinaan karier dan ditempatkan sesuai dengan kompetensinya.

4.    Dalam pada itu, tambah Kapolri, Bidang Pembinaan Sistem Metode.
Bidang ini pada dasarnya adalah dukungan utama dalam rangka pembenahan Polri pada aspek instrumental, namun sejak diberlakukannya UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri, yang mengandung rumusan tugas pokok sebagaimana Pasal 13 sampai pasal 19, yang merinci ketiga tugas pokok dan 12 tugas - tugas serta 37 kewenangan Polri, sejauh ini belum seluruhnya ditata dan dijabarkan kedalam peraturan pemerintah maupun peraturan Kapolri.

Penataan dan penjabaran ini penting sekali, karena untuk dapat melaksanakan sepenuhnya UU no.2 Tahun 2002 kemampuan mengimplementasikan UU No.2 Tahun 2002 secara baik sesuai dengan harapan masyarakat, akan dapat menangkal upaya dari berbagai pihak, yang ingin mengurangi tugas, fungsi dan kewenangan Polri, seperti yang dapat kita cermati dewasa ini, antara lain : Pertama, RUU Keamanan Nasional yang mengusik kedudukan, tugas dan kewenangan Polri. Kedua, RUU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ingin mengeluarkan tugas, kewenangan dan tanggung jawab Polri di bidang SIM, dan STNK, termasuk registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor yang telah dilakukan Polri selama puluhan tahun dengan segala sarana dan prasarana, termasuk SAMSAT. Ketiga, RUU KUHAP yang akan mengeluarkan tugas pembinaan teknis koordinasi dan pengawasan oleh Polri atas penyidik PNS, serta bentuk hakim komisaris untuk mengawasi penyidikan oleh Polri. Keempat,RUU DAKTILOSOFI yang harus ditanggapi secara teknis dan obyektif. Kelima,RUU tentang BNN yang antara lain tidak lagi menempatkan Kapolri sebagai EX - OFFICIO Ketua BNN. Keenam,RUU tentang PPNS yang akan keluar dari konteks KUHAP, yang selama ini berlaku yakni PPNS dibawah koordinasi Polri.

Dalam rangka program Akselerasi Tranformasi Polri menuju polri yang mandiri, professional dan dipercaya masyarakat, saat ini sedang dievaluasi dan dikaji organisasi Polri yang disesuaikan dengan tantangan tugas, sebagaimana tercantum dalam grand Strategi Polri 2005 - 2025. Hal ini hendaknya dimanfaatkan oleh seluruh Kapolda, untuk memberi masukan tentang bentuk / struktur organisasi yang paling tepat sesuai dengan fungsi Kepolisian, perubahan tuntutan masyarakat, serta tantangan tugas kedepan yang antara lain diarahkan untuk menyeimbang tugas operasional.

Dalam hal ini, titik berat pada pemenuhan maksimal untuk tugas lapangan, sehingga satuan kepolisian yanga da dilapisan depan, mampu memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian peran satuan kewilayahan di tingkat polres, dapat diberdayakan antara lain bidang hokum, membentu fungsi intelejen ditiap Polsek, sehingga polres mampu mengelola Rumah Tangganya sendiri, sedangkan Polres dapat diberdayakan untuk mengintensifkan penerapan Polmas dan deteksi dini.

5.    Bidang Pembinaan Pengawasan.
Sebagai catatan yang dilansir oleh OMBUDSMAN, diawal Tahun 2009 ketika Komisi OMBUDSMAN Nasional diubah menjadi OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA sebagaimana UU No.37 Tahun 2008, menyatakan bahwa keluhan masyarakat yang ditujukan kepada kinerja Polri menduduki peringkat pertama, sekalipun kemudian dinyatakan pula bahwa Polri paling responsive, paling cepat menindaklanjuti rekomendasi OMBUDSMAN.

Berkenaan dengan penilaian OMBUDSMAN, maka fungsi pengawasan INTERNAL terhadap semua kinerja Polri harus diberdayakan dan ditingkatkan, serta perlu dilengkapi dengan SOP ( STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE ), sehingga pengukuran terhadap kinerja dapat diakses oleh pengawas External, baik OMBUDSMAN, Komisi Kepolisian ,LSM, maupun Badan - Badan lain yang memiliki otoritas melakukan pengawasan terhadap Polri.

Selama ini kita telah mengambil langkah - langkah pemberdayaan pengawasan internal, antara lain dibidang penyidikan dengan membentuk pengawas penyidikan untuk melakukan pengawasan dan supervise terhadap pelaksanaan penyidikan, seperti penetapanjangka waktu penyelesaian suatu perkara, yang ditetapkan relative pendek dan memerlukan penampilan perilaku penyidik yang simpatik, hal ini diharapkan agar layanan penyidikan perkara kepada masyarakat dapat benar   benar diperoleh kepastian dan rasa keadilan, serta jaminan tuntasnya perkara. Para Kapolda hendaknya menindak lanjuti dengan menyiapkan tenaga - tenaga yang terampil dengan bekal professional yang memadai, dan dilengkapi dengan peraturan Kapolri sebagaimana telah diintruksikan.

Berkaitan dengan catatan OMBUDSMAN dan KOMPOLNAS, para Kapolda harus meminimalisir keluhan masyarakat, sehingga tidak seharusnya Polri berada pada peringkat pertama. Buka akses pengaduan masyarakat diseluruh jajaran Polda dan lakukan kerjasama yang dilandasi kemitraan denganinstitusi pengawasan external, baik pemerintah maupun non - pemerintah, serta masyarakat luas. Melalu pola pengawasan yang demikian, akan terjadi perubahan kinerja fungsi - fungsi kepolisian yang didukung oleh perubahan sikap perilaku anggota dengan kesadarannya sebagai insane Tribrata.

Terkait dengan bentrokan anggota Polri dan TNI, sesuai hasil penelitian, konflik tersebut dipicu dari permasalahan kecil ( perorangan ), seperti selisih paham, mabuk, backing terhadap kegiatan yang bersifat illegal yang kemudian menjadi masalah kelompok, yang disemangati jiwa korsa yang sempit dan kepemimpinan kesatuan yang lemah. Kondisi ini harus diketahui benar oleh setiap Kepala Kewilayahan dan lakukan silahturahim dengan semua tingkatan pimpinan TNI yang ada diwilayah para Kapolda, melalui kegiatan - kegiatan yang dapat meningkatkan solidaritas sesame aparat keamanan.
Lebih lanju Kapolri menyatakan,

I.    B. Penilaian Kinerja Operasional.
Periode tahun 2008 secara umum dapat mengatasi berbagai peristiwa gangguan Kamtibmas. Situasi berlangsung cukup kondusif bagi kehidupan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan demikian beberapa sasaran pokok misi Pembangunan Nasional Tahun 2004 - 2009 dalam mencapai Indonesia yang aman dan damai, dapat terwujud, antara lain menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antar kelompok / golongan masyarakat.

1.    Situasi Kamtibmas di Wilayah Konflik.
a.    Provinsi NAD.
Situasi dan kondisi diwilayah Provinsi NAD cenderung relative aman, walaupun masih adanya gangguan kriminalitas yang menggunakan senjata api. Dalam rangka Pemilu diwilayah NAD yang memiliki spesifikasi yang berbeda dengan daerah lain, dimana kontestan pemilu ditambah dengan partai local, hendaknya menjadi perhatian khusus. Untuk itu kapolda NAD agar melakukan langkah terobosan pelaksanaan pegamanan Pemilu di wilayahnya, sehingga dapat berlangsung aman, tertib dan lancer.

b.    Profinsi Sulteng.
Situasi diwilayah Provinsi, khusunya di kabupaten Poso dalam keadaan aman, yang ditandai dengan aktivitas masyarakat berjalan normal. Namun kewaspadaan harus tetap ditingkatkan, mengingat luka lama akibat konflik Dapat muncul kembali dalam bentuk gangguan KAMTIBMAS

c.    Provinsi Maluku.
Situasi dan kondisi di Provinsi Malukumasih diwarnai konflik horizontal, sehingga situasi keamanan terganggu, sekalipun dapat dikendalikan oleh Polri.

d.    Provinsi Papua
Situsi keamanan di Provinsi Papua secara umum relatif kondusif, namun perlu diwaspadai adanya upaya dari kelompok OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang terus berjuang untuk mewujudkan kemerdekaannya melalui kegiatan Politis/Diplomatis selain itu masih adanya konflik horizontal antar suku yang senantiasa harus tetap diwaspadai dan ditangani secara baik dengan menggunakan kearifan local, karena bila tidak dapat mengatasinya, maka secara politis dapat di interpretasikan bahwa negara tidak mampu menjamin keamanan warga negaranya.

2.    Kegiatan Terorisme
Selama tahun 2008 kegiatan dan aktivitas terorisme di Indonesia dapat dikatakan tidak terjadi. Kelompok terorisme merubah strategi dalam bentuk yang lebih pasif yaitu dengan tidak melakukan kekerasan, tetapi terus melakukan konsolidasi untuk memperkuat jaringan terorisme yang sebagian besar telah lumpuh dan tercerai berai. Prediksi tahun 2009, terror masih merupakan ancaman bagi kelangsungan kegiatan Pembangunan Nasional.

3.    Narkoba
Pegungkapan kasus narkoba selama tahun 2008 menunjukkan peningkatan dan semakin menguatkan asumsi bahwa Indonesia tidak lagi sebagai daerah pemasaran tetapi merupakan produsen narkoba yang cukup besar dan memiliki wilayah peredaran sampai ke pelosok pedesaan. Demikian pula pengedaran ini telah merambah pada sasaran anak-anak, pelajar dan semua lapisan masyarakat. Kondisi ini memerlukan perhatian serius dari seluruh Kapolda untuk menjadikan masalah narkoba sebagai ancaman yang harus diantisipasi secara terus menerus dan melibatkan semua komponen bangsa. Penyidikan kasus - kasus narkoba memerlukan penyidik yang memiliki loyalitas dan komitmen tinggi, mengingat penanganan narkoba selalu melibatkan jaringan yang cukup luas (Internasional) dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang sangat kuat.

4.    Pelaksanaan PILKADA
Secara keseluruhan berjalan secara lancar dan aman, meskipun ada beberapa pelaksanaan PILKADA yang meimbulkan aksi protes dan unjuk rasa yang berakar pada masalah pertentangan hasil perolehan suara, sekalipun dalam penetapan pemenang PILKADA dan pelantikan Pejabat Terpilih dapat berlangsung sesuai jadwal yang ditetapkan (kecuali Maluku Utara).
Dari pelaksanaan yang telah berlangsung , hendaknya dilakukan evaluasi, agar dapat diperoleh pembelajaran untuk pelaksanaan pilkada berikutnya. Evaluasi yang baik tentu perlu dibuat standar yang dapat digunakan sebagai panduan/acuan bagi kesatuan kewilayahan, sesuai dengan kearifan local yang mendasari ketentuan perundang-undangan.

5.    Kegiatan Internasional
Dalam pengamanan kegiatan Internasional yang telah dilakukan dan memperoleh hasil yang cukup baik, pada hakekatnya merupakan keberhasilan bersama operasi Kepolisian yang dilaksanakan dengan berbagai instansi Pemerintah dan TNI serta polisi luar negeri.

Berbagai apresiasi, baik dari dalam maupun dari luar negeri tentang kelancaran pelaksanaan kegiatan Internasional tersebut, secara langsung akan membawa pengaruh positif terhadap pandangan dunia Internasional tentang situasi dan kondisi keamanan di Tanah Air yang diharapkan dapat meningkatkan terwujudnya program pemerintah di bidang pariwisata dan investasi asing. Lakukan terus kerjasama denganTNI dan instansi yang terkait lainnya dalam rangka pengamanan kegiatan Internasional.

6.    Trend Gangguan KAMTIBMAS
Trend gangguan KAMTIBMAS pada tahun 2008 bila dibandingkan dengan tahun 2007 mengalami penurunan. Penurunan gangguan KAMTIBMAS tersebut disebabkan adanya peningkatan aktivitas Polri dalam penindakan, meningkatnya pemberdayaan POLMAS dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan tindak pidana.
Namun angka-angka ini hanya sebatas kepentingan Polri dalam rangka menganalisis situasi, tetapi yang lebih mendasar adalah bagaimana rasa aman yang diperoleh masyarakat atas aktivitas Kepolisan.
Penting untuk disadari bahwa penilaian masyarakat atas penyelenggaraan tugas - tugas Kepolisian masih belum sesuai dengan harapan masyarakat. Kegiatan-kegiatan Kepolisian yang langsung dapat menjamin rasa aman masyarakat, seperti patroli, pengamanan kegiatan masyarakat, penangkapan pelaku perjudian, narkoba dan pemberantasan preman agar terus dilanjutkan.

Kepada Kapolda, saya minta terus lakukan kegiatan operasional Kepolisian yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya keberhasilan kegiatan operasional Kepolisian harus dapat diukur dengan tingkat rasa aman masyarakat, oleh karena itu pemilihan prioritas kegiatan operasional Kepolisianharus diarahkan kepada terwujudnya rasa aman.

Kita bersama telah melaksanakan pemberantasan preman, namun ada penilaian dari sebagian  masyarakat bahwa operasi preman hanya " Panas - panas tahi ayam " karena ada penggantian Kapolri. Olehkarena itu, tindak lanjuti operasi preman secara berkelanjutan dengan mengedepankan fungsi Reserse yang didukung oleh backbone yakni SABHARA yang melakukan patroli untuk mencegah preman dan lakukan upaya-upaya pelipatgandaan kekuatan melalui penggalangan dukungan masyarakat agar membantu operasi preman melalui fungsi BIMMAS yang mengedepankan POLMAS. Untuk menghindari salah tangkap agar kegiatan operasi ini, didahului dengan penyelidikan yang cermat dan akurat oleh fungsi Intelijen. Petakan daerah - daerah yang memiliki bobot kriminalitas yang tinggi, kemudian harus diberikan perhatian khusus untuk penanganannya.

7.    pengembalian  Kerugian Negara
paradigma yang harus dipegang dalam kegiatan Kepolisian antara lain adalah anggaran berbasis kinerja yang didukung dengan transparansi dan akuntabilitas. Beberapa kegiatan penegakan hukum yang telah dilaksanakan selama tahun 2008 dapat menyelamatkan kerugian Negara dengan jumlah tertentu. Tetapi apabila menganut paradigma diatas, pertanyaan akan muncul, apakah sudah seimbang antara biaya operasi/kegiatan Kepolisian yang dikeluarkan, disbanding dengan yang dapat dikembalikan ke Negara.

Dimaklumi bahwa akuntabilitas anggaran tidak semata-mata merujuk pada kembalinya uang Negara, tetapi efek jera, jaminan keamanan dari Negara terhadap warganya dan aspek-aspek psikologi lainnya yang merupakan hasil operasi. Namun demikian, akuntabikitas dari anggaran berbasis kinerja hendaknya dimaknai juga sebagai cambuk untuk memberi hasil yang maksimal. Kegiatan operasi, baik yang terpusat, kewilayahan kendali pusat, maupun kewilayahan hendaknya dipersiapkan dengan baik.

Selama ini ada kesan bahwa penggelaran operasi sekedar formalitas saja, dalam rangka melaksanakan DIPA yang hasilnya tidak akan maksimal dan menyalahi ketentuan anggaran berbasis kinerja. Selain itu, dalam rangka  kebebasan memperoleh informasi  bagi semua pihak atas kinerja Kepolisian, tentunyapenyelenggaraan operasi yang sekedarformalitas akan menyulitkan dalam menyajikan akuntabilitasnya.

Kinerja seperti ini harus ditata kembali mulai dari sekarang agar tidak tergilas dengan perubahan. Polri akan malu ketika kegiatan operasi  diakses oleh masyarakat namun tidak dapat menyajikan secar transparan dan akuntabel dikarenakan basis kinerja yang memang masih diperlukan pembenahan secara berkelanjutan.

Pemikiran tersebut, hendaknya dipahami dan segera dilakukan perubahan-perubahan pada aspek-aspek perencanaan di semua fungsi (anggaran, materiil, logistik, fasilitas, jasa dan pengawasan), dengan anggaran berbasis kinerja proporsional, transparan dan akuntabel sesuai dinamika tantangan yang dihadapi. Selain itu, pemikiran ini juga dapat digunakan untuk melihat kembali sejauh mana perencanaan dan anggaran yang telah ditetapkan, apakah telah diarahkan untuk mengantisipasi dinamika tantangan yang tepat di tahun 2009. pemikiran ini adalah konsekuensi dari program akselerasi yang telah ditetapakan dan harus disadari bahwa hal ini akan berpengaruh terhadap aspek lainnya.

8.    Penegakan Hukum
Secara kualitatif kegiatan penegakan hukum yang telah dilaksanakan Polri mampu meningkatkan kepastian hukum dan mendorong terwujudnya supremasi hukum serta mencegah dan menanggulangi kejahatan transnasional, konvensional, kejahatan yang merugikan kekayaan negara maupun yang berimplikasi kontinjensi.

Selaku pimpinan Polri, saya sampaikan penghargaan kepada segenap jajaran Polri, atas kerja keras selama tahun 2008 yang telah membuahkan hasil dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Selanjutnya, hendaknya dievaluasi juga ekses negatif pasca tindakan represif oleh pelaksana operasi, dikaitkan dengan perilaku menyimpang terutama perilaku anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya yang didasari oleh kewenangan yang dimiliki, apakah arogan, ataukah simpatik? Kemudian, rumuskan langkah apa yang dilakukan pasca operasi. Hal ini penting, setelah operasi biasanya tidak diadakan evaluasi, terkait dampak perilaku maupun sikap mental unsur pelaksana operasi karena hal tersebut seoalah-olah menjadi urusan satuan atas, bukan urusan pelaksana lapangan.

Selanjutnya, penegakan hokum terhadap kejahatan konvensional agar tetap diprioritaskan pada kejahatan yang meresahkan masyarakat seperti premanisme, pencopetan, perjudian, kejahatan jalanan, debt kolektor, pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan pemberatan/kekerasan, penggelapan dan penipuan. Kejahatan Transnasional yang paling menonjol adalah Narkoba, Terorisme, Perdagangan orang, dan Kejahatan maya. Terhadap kejahatan yang merugikan Negara, hendaknya tetap difokuskan kepada Korupsi, Illegal Logging, Illegal Mining, Illegal Fishing, dan kasus Penyalahgunaan BBM. Sedangkan untuk kejahatan yang berimplikasi Kontinjensi, hendaknya menjadi perhatian, mengingat potensi Unjuk rasa  meningkat sejalan dengan krisis keuangan global dan berlangsungnya PEMILU.
Kemudian untuk memelihara momentum operasi Premanisme, fungsi SAMAPTA POLRI agar melaksanakan TURJAGWALI didukung oleh penyelidikan fungsi Intelijen.

    Diungkapkan Kapolri

II.    Reformasi Birokrasi Polri

Sebagaimana dijelaskan diatas, pada dasarnya program akselerasi transformasi Polri menuju Polri yang mandiri, profesional, dan dapat dipercaya masyarakat, adalah program perubahan yang berfokus pada aspek kultural yang didasari oleh Grand Strategi Polri 2005-2025. dalam Grand Strategi tersebut dinyatakan bahwa capaian tahap satu (2005-2010) adalah membangun kepercayaan masyarakat, oleh karena itu program akselerasi disusun meliputi keberlanjutan program dan peningkatan kualitas kinerja serta komitmen terhadap organisasi.

Program tersebut telah saya sampaikan di depan wakil rakyat dan memiliki makna sebagai janji yang harus dilaksanakan bersama. Ke semua program akselerasi tersebut, pada dasarnya telah mencakup dalam aspek reformasi birokrasi di lingkungan Polri, karena menyangkut penataan aspek-aspek yang berkaitan dengan struktur , instrumental dan kultural.

a.    Quick Wins
Untuk menunjang keberhasilan dan meningkatkan kepercayaan serta kecintaan publik (masyarakat) kepada institusi Polri dalam waktu cepat, serta berubahnyapola pikir dan budaya kerja maupun manajemen Polri, maka perlu dilakukan pemilihan program yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, dengan istilah Quick Wins atau program keberhasilan segera.

Program ini dipilih karena menyentuh kebutuhan masyarakat, yaitu pertama quick response yang bertujuan meningkatkan kecepatan kehadiran Polri dalam merespon pengaduan dan meningkatkan intensitas patroli, kedua transparansi penerbitan SIM, STNK, dan BPKB yang intinya memberikan layanan secara transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan profesional, ketiga transparansi penyelidikan melalui pemberian surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP), yang pada intinya dalam proses penyidikan tindak pidana agar para penyidik/penyidik pembantu secara konsisten dan berkala memberi SP2HP mulai tahap penilaian  perkarasampai penyerahan berkas perkara pada pelapor. Keempat transparensi rekrutmen personel yang pada intinya melaksanakan seleksi penerimaan anggota Polri secara transparan akuntabel dan bebas dari KKN.

Keempat jenis Quick wins tersebut dipilih sebagai program unggulan Polri, yang dapat dinilai dapat langsung menyentuh kebutuhan masyarakat dan memiliki pengaruh yang kuat untuk menumbuhkankepercayaan masyarakat terhadap Polri. Selain itu program tersebut juga mudah direalisasikandan sekaligus dapat diukur bersama nilai keberhasilannya sesuai dengan kala waktu.

Pada kesempatan rapat pimpinan ini program Quick wins akan di Launching kepada masyarakat luas agar diketahui bahwa polri ingin melakukan perubahan-perubahan dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Konsekuensi dari langkah ini adalah agar para Kapolda segera menindaklanjuti dengan terobosan   terobosan, agar program Quick Wins ini benar   benar menyentuh kebutuhan yang selama ini didambakan masyarakat. Adakah pengendalian sehingga dinamika dari masing   masing program Quick Wins dapat berlangsung dengan tertib.

b.    Program Akselerasi.
Program akselerasi I keberlanjutan program ( Menilai dan mengevaluasi pelaksanaan tiga bulan terakhir secara umum ), dapat disampaikan evaluasi umum antara lain : Pertama,Bahawa program tersebut telah disosialisasikan keseluruh Polda   Polda dan seluruh Polda telah mampu menjabarkan program akselerasi tranformasi Polri menuju Polri yang mandiri, Profesional, dan dipercaya masyarakat kedalam program kerja tingkat Polda sampai tingkat Polsek.

Kedua, Program dalam tiga bulan pertama, telah berjalan dan berlanjut pada tahun 2009 antara lain pengamanan perbatasan dan pulau   pulau terluar yan didukung dengan pembangunan fasilitas fisik dijalur perbatasan Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur. Demikian pula terhadap empat jenis kejahatan, telah dilakukan sebagai kegiatan dan operasi kepolisian. Khususnya tentang pemberantasan preman berlangsung dengan berbagai apresiasi, namun hendaknya keberlanjutan pemberantasan preman dapat dilaksanakan oleh satuan Sabara dan Reserse yang didukung oleh Intelejen. Untuk pengamanan pemilu, agar disiapkan kekuatan RILL Polri, baik yang bertugas di TPS, cadangan dan penyiapan kekuatan untuk kontejensi.

Ketiga,Dibidang pembinaan telah disusun SISBINDIK dan SISBINPERS dalam rangka pembenahan pendidikan dan pembinaan personel. Kedepan sangat diharapkan implementasi dari system tersebut, mampu mendorong motivitas dan profesionalitas serta perubahan kultur bagi seluruh anggota. Dalam rangka mengiringi berbagai pembenahan dibidang sumber daya dan operasioanal, maka dibidang kesejahteraan diprogramREMUNERASI yang harus selesai pada april 2009.

Keempat, Dibidang Instrumental, mempercepat diseminasi tata kelola logistok, asset, investasi sesuai prinsip manajemen asset milik Negara melalui system akuntabilitas barang milik Negara (SABMN). Berkaitan dengan SABMN, diharapkan pada saat diaudit kembali oleh BPK RI tidak lagi pada kondisi disclainmer atau tata kelola yang buruk. Sesuai dengan program harus selesai dan tuntas pada akhir tahun 2008. anamu pada kenyataannya program SABMN ini belum dapat selesai sebagaimana waktu yang ditargetkan. Untuk itu lakukan terobosan agar pencatatan asset Negara dapat segera terealisir.

Kelima,dibidang cultural, dilandasi dengan menyusun pakta integritas ( komitmen moral dan standar kerja ) yang dilengkapi dengan reward and punishment. Penyusunan pakta integritas ini dilakukan sebagai Moral Guidance dan Motivasi bagi setiap personel Polri dan profesionalisme.
Kapolri Mengingatkan, Pada kesematan dengar pendapat dengan komisi III DPR RI pada tanggal 10 desember 2008, telah disampaikan berbagai keberhasilan dibidang budaya pelayanan antara lain :
1.    Metapkan jangka waktu penyelesaian, untuk perkara ringan selama 30 hari, perkara sedang 60 hari, perkara sulit 90 hari dan perkara sangat sulit 120 hari.
2.    Menetapkan jangka waktu dalam memberi jawaban keapada masyarakat pengadu paling lama 7 hari.
3.    Guna melayani masyarakat dalam penerbitan SIM, maka dilakukan antara lain dengan SIM keliling, SIM Corner, SIM Komunitas, Garai SIM, Ujian dengan audio Visual Integrated System ( AVIS ) dan drive Thru.
4.    Guna melayanai masyarakat dalam pembuatan STNK dilakuakan antara lain dengan Samsat keliling, Corner, Door to Door, Gerai Samsat, Digital cross, check ranmor dan drive thru.
5.    Guna melayani masyarakat dalam pembuatan SIM baru, peningkatan telah dapat dilayani dalam waktu paling lama 180 menit dan untuk SIM yang hilang atau rusak/mutasi/perpanjang paling lama 130 menit.
6.    Guna melayani satuan pelayanan public ( SIM< STNK< dan BPKB ) pada jajaran Polri telah menerima penghargaan  Citra Pelayanan Prima   dari Presiden RI dan ISO 9001;2000.
Pernyataan diatas hendaknya harus benar   benar dilaksanakan oleh Kapolda dan jajarannya secara nyata dilapangan dan secara terus menerus dilakukan evaluasi perbaikan   perbaikan agar kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Ditegaskan oleh Jenderal Bintang Empat,
III.    Pengamanan Pemilu 2009
Tahapan pemilu dimulai bulan April sampai dengan Desember 2008 berjalan relative aman, walaupun masih terdapat berupa pelangaran yang dilakukan para kotestan Pemilu, antara lain pemasangan atribut Pemilu yang tidak sesuai aturan, pengerusakan atribut, konflik internal partai, dan pemalsuan ijazah calon.
Rencana operasi mantap brata telah digelar sebagai operasi terpusat, namun hendaknya dalam pelaksanaanya dapat disesuaikan kondisi daerah dengan tetap mempedomani undang   undang tentang pemilihan umum dan Presiden / Wakil Preisiden. Pola operasi mantap brata adalahoperasi kepolisian terpusat dengan sandi  mantap Brata 2009  dengan sasaran pengamanan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan pemilihan Presiden dan wakil Presiden.

Dengan demikian, dalam tiap tahapan Pemilu 2009, perlu diantisipasi bentuk kerawanan yang dapat mengganggu dan menghambat pelaksanaan Pemilu, mulai dari pelanggaran dan tindak pidana Pemilu, unjuk rasa berkala kecil sampai besar, penculikan, sabotase sampai kemungkinan terjadinya terror. Para Kapolda beserta jajarannya, agar membuat peta kerawanan politik dan kerawanan keamanan, serta menyiapkan  Contingency Plan  atau rencana kontijensi secara rill, dengan pasukan cadangan diwilayah masing   masing, sehingga apabila menhadapi situasi yang eskalasinya meningkat, dapat segera mengatasinya.

Untuk meningkatkan kesiapasiagaan Polri dalam menghadapi semua ancaman, agar dilakukan latihan pra-operasi mantap Brata 2009 secara terpusat dan kewilayahan, seluruh satuan tugas Polri di tingkat pusat dan wilayah dalam pengamanan pemilu agar segera dilatih sesuai dengan fungsi   fungsi masing   masing. Dengan pelatihan yang baik, diharapkan Polri dapat meminimalkan kesalahan teknis dan prosedur dilapangan. Dan dapat lebih professional dalam setiap tindakan polisonil. Selanjutnya lakukan gelar pasukan kesiapan pengamanan pada awal bulan maret 2009 secara serentak diseluruh jajaran, sebagaimana yang biasa dilakukan menjelang operasi ketupat dan lilin.

Dalam Renops mantap brata 2009, Polri juga akan melibatkan paling tidak 24.260 personel TNI untuk pengamanan pemilu 2009. Peraturan Kapolri (PERKAP) tentang mekanisme permintaan bantuan unsure TNI oleh Polri dalam tugas Kamtibmas telah disampaikan. Para kapolda agar mempelajari dan mengimplementasikan dalam pengamanan Pemilu ayang akan datan. PERKAP ini telah di uji coba dalam latihan bersama Polri _ TNI dalam menanggulangi Terorisme bulan desember yang lalu, yang melibatkan beberapa Polda yang dianggap rawan terhadap ancaman terror.

Pelibatan TNI untuk pengamanan Pemilu 2009 adalah penggunaan batuan unsure TNI dikewilayahan, dengan rincian 1 satuan setingkat bataliyon (SSY = 3 SSK = 315 personel ) untuk tiap Polda, 1 satuan setingkat kompi ( SSK =105 personel ) untuk tingkat Poltabes / Polwiltabes, dan 1 satuan setingkat pleton ( SST = 31 personel ) agar dimanfaatkan untuk tugas - tugas patroli, penjagaan dan pengawalan bersama, tugas yang terkait dengan pengamanan obyek Vital / khusu maupun berkaitan dengan terror. Kekuatan perbantuan unsure TNI tidak diproyeksikan untuk tugas pengamanan unjuk ras maupun penanggulanagn huru hara ( PHH ) karena mereka tidak mempunyai kopetensi.

Piranti penting dalam penegakan hokum yang harus diselesaikan oleh para Kapolda adalah pembentukan sentra penegakan hokum terpadu  GAKKUMDU ) sebagai implementasi dari amanat undang   undang dalam rangka penegakan hukum tindak pidana pemilu. Karena sampai saat ini masih terdapat kendala dalam hal seleksi pembentukan panwaslu ditingkat propinsi / kabupaten / kota yang terkait pembentukan GAKKUMDU.

Pengamanan Pilkada di masing - masing daerah, hendaknya menjadi pengalaman berharga untuk menghadapi pengamanan Pemilu Legislatif, Presiden dan wakil Presiden Tahun 2009 yang potensi kerawanannya dipastikan berbeda dengan potensi kerawanan pada Pilkada. Oleh karena itu perlu diwaspadai segala potensi kerawanan yang akan muncul menjadi gangguan Kamtibmas pada semua tahapan Pemilu, dan tidak serta merta pengamanan Pilkada menjadi acuan untuk pengamanan Pemilu 2009.

Dari pagelaran dan pola pengamanan TPS, agar memperhatikan penggeseran pasukan dan kekuatan cadangan yang bertugas dimarkas, serta kesiapan kekuatan cadangan lainnya untuk menghadapai kontijensi. Selain itu para Kapolda melalui koordinasi dengan pemerintah daerah setempat agar mengecek kesiapan dan kualitas Linmas yang akan mendapat tugas tiap - tiap TPS.

Pengawalan pribadi disediakan untuk calon Presiden ( CAPRES ) dan calon Wakil Presiden ( CAWAPRES ). Pengamanan pribadi dan kegiatan Capres / cawapres dilaksanakan oleh kelopok ajudan, kelompok pengawal pribadi / keluarga, kelompok pengawal, satuan pemukul dari Brimob dan satu unit komplek serta Intelejen. Pengamanan tersebut didukung dengan tata laksana pengamanan makanan dan pelayanan kesehatannya.

Netralitas Polri dalam Pemilu pada dasarnya telah diatur dalam UU no.2 Tahun 2002 dan Peraturan perundang   Undangan yang berkaitan dengan Pemilu. Pada kesempatan ini perlu saya tekankan kemabali tentang pentingnya netralitas, karena hal tersebut sekaligus menjadi penentu keberhasilan dalam pengamanan Pemilu. Netralitas ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pengamanan Pemilu yang dilakukan oleh Polri. Netralitas Polri telah di tegaskan melalui :
A.    Program akselerasi ketiga ( ORGANIZATION COMMITMENT ) dari program akselerasi Utama Polri.
B.    Kawat sandi Kapolri No.Pol:STR/2351/XI/2008 tanggal 18 November tentang tetap netral dan tidak memihak pada salah satu Capres / Cawapres, asrama Polri tidak dimanfaatkan sebagai tempat kampanye dan meningkatkanpengawasan terhadap personel Polri agar tidak terlibat politik praktis.
C.    Surat Kapolri kepada seluruh jajaran No. pol : R/1475/VII/08, tanggal 7 Juli 2008 tentang :
1.    Arahan kepada seluruh anggota Polr untuk tetap netral dan tidak memihak pada proses penyelenggaraan Pilkada maupun Pemili 2009.
2.    Ketidak netralan dan keberpihakan anggota Polri merupakan pelanggaran.
3.    Agar pimpinan Polri di seluruh wilayah mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang melakukan pelanggaran.
4.    Dalam penegakan hokum harus bersikap professional, proposional dan kedepankan persuasive, tidak diskriminatif serta edukatif dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
D.    TR Kapolri No.Pol:ST/979/XI/2008 tanggal 5 November 2008 tentang netralitas yang tidak memihak terhadap salah satu partai peserta Pemilu dengan mengambil langkah   langkah :
1.    Melarang menempelkan stiker Pemilu pada bangunan maupun pada ranmor milik dinas.
2.    Melarang memasang bendera parpol peserta Pemilu dihalaman, lapangan, tower, pohon, tiang, rambu   rambu lalu lintas yang ada didalam komlek Polri serta fasilitas milik Polri lainnya.
3.    Melarang menggunakan fasilitas dinas sebagai tempat kampanye atau kegiatan lain yang berkaitan dengan kegiatan kampanye partai. Aantara lain : lapangan olah raga, lapangan upacara, gedung olahraga, gedung pertemuan dan rumah dinas Polri.
Kapolri membeberkan tentang,

IV.    Perkembangan Situasi Tahun 2009.
Memasuki tahun 2009 bangsa Indonesia akan melaksanakan tahapan penting yaitu pemilihan umum legislatif, DPD dan Presiden / wakil presiden, dimana ivent ini harus terselenggara dengan aman, lancer dan sukses.

Seiring dengan persiapan pengamanan pemilu 2009, perkembangan situasi gangguan Kamtibmas cenderung meningkat, sebagai dampak pengarus krisis ekonomi global yang mengakibatkan PHK, amupun konflik Israel - Palestina yang menimbulkan gelombang aksi demo pro Palestina di berbagai daerah di Indonesia.

Menghadapi perkembangan situasi gangguan Kamtibmas tersebut, Polri melakukan langkah - langkah antisipatif dalam rangka upaya mewujudkan situasi Kamtibmas yang kondusif, krisis keuangan global yang diawali di Amerika Serikat, menimbulkan dampak tehadap keuangan di berbagai belahan dunian termasuk Indonesia dan salah satu dampak factual yang erat hubungannya denga tugas - tugas Kepolisian adalah tejadinya beberapa tindak pidana umum yang berkaitan dengan pasar modal. PHK diperkirakan akan bertambah, baik didalam negeri maupun di tingkat regional yang dipengaruhi oleh dampak krisis ekonomi global, berupa menurunnya harga komoditas unggulan pasar Internasional. Melemahnya nilai tukar rupiah , masih tingginy suku bunga kredit.

Tenaga kerja yang telah di PHK berjumlah 245.210 orang dan 38.902 orang dirumahkan, berasal dari 13 Provinsimeliputi sector - sector,restoran dan hotel. Berkaitan dengan kondisi tersebut diatas para Kapolda harus menyiapkan rencana kotinjensi untuk pemilu maupun untuk menghadapi PHK dengan gambaran lokasi kejadian yang sudah teridentifikasi serta pengerahan kekuatan untuk mengantisipasi hal tersebut. Lakukan monitoring deteksi setiap perkembangan situasi. Hal ini penting mengingat pesta demokrasi yang akan dijalani seiring dengan krisi global dam meningkatnya bebagai kesulitan yang dirasakan, seperti unjuk ras yang menentang Undang - Undang Badan hokum Pendidikan ( UU BHP ), kelangkaan BBM, penanganan lupur lapindo, penolakan SKB 4 menteri serta YUDICIAL REVIEW Undang - Undang pemilu terkait suara terbanyak. disamping situasi yang timbul di timur tengah.

STRATEGI MEMANTAPKAN KEPEMIMPINAN POLRI DALAM MENGAKSELERASI POLMAS


Oleh : Drs. Sugianto, MSi.[1]
Dimensi kepemimpinan selalu bersifat kontekstual dan dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Kepemimpinan selain membutuhkan kapabilitas personil (kemampuan memimpin), juga perlu adanya komitmen yang kuat dari segenap pimpinan struktural atau pembuat kebijakan struktural dan dukungan sumber daya yang memungkinkan seseorang dapat memimpin secara efektif. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi harus mampu menjabarkan visi dan misi organisasi melalui kebijakan dan strategi serta dioperasionalisasikan dalam bentuk program-program atau kegiatan guna mencapai tujuan organisasi.
Perencanaan Strategis (Renstra) Polri 2005-2009 telah memasukkan Polmas sebagai sebuah strategi Polri untuk membangun kemitraan sejajar dengan masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui upaya-upaya pre-emtif dan pemecahan akar masalah yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Untuk mengimplementasikan Polmas, Kapolri mengeluarkan Surat Keputusan No. Pol. : 737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Salah satu strategi yang harus dikembangkan Polri adalah mengedepankan kepemimpinan angkatan muda Polri dalam penerapan Polmas.
Untuk mewujudkan kepemimpinan Polri yang mampu mengakselerasi penerapan Polmas, maka dibutuhkan beberapa strategi antara lain adalah membangun komitmen atau tanggung jawab moral untuk menerapkan Polmas sebagai strategi Polri untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), kemampuan membangun birokrasi Polri yang profesional, adanya sistem pengawasan dan pengendalian (wasdal) atas penerapan Polmas, serta adanya dukungan dan partisipasi aktif dari pihak-pihak terkait (stakeholders) dan masyarakat.
a. Komitmen dan Tanggungjawab Pimpinan Polri
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan penerapan Polmas adalah kuatnya komitmen pimpinan Polri di semua level kesatuan, mulai dari Mabes, Polda hingga Polres dan Polsek. Komitmen pimpinan Polri tidak cukup hanya dalam bentuk komitmen personil, namun harus ditransformasikan menjadi komitmen kelembagaan yang diwujudkan dalam bentuk sistem dan metode kerja mencakup :
1) Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit and Proper Test)
Untuk menghasilkan pemimpin Polri yang memiliki komitmen kuat terhadap penerapan Polmas, maka setiap anggota Polri yang mencalonkan diri menjadi pemimpin Polri harus menjalani “Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit and Proper Test)”. Melalui tes ini setiap calon pimpinan Polri harus memiliki pengetahuan dan konsep Polmas serta bagaimana strategi penerapannya di lapangan. Keharusan menjalani tes ini juga akan menjadikan Polmas sebagai wacana atau paradigma bagi setiap anggota Polri yang akan menjadi pemimpin dan merupakan salah satu strategi utama Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Keharusan menjalani fit and proper test ini dapat dibangun melalui kebijakan Kapolri dan dilakukan oleh tim independen atau perguruan tinggi yang kompeten. Mekanisme seleksi dengan fit and proper test diharapkan mampu menghasilkan pimpinan Polri yang berkualitas dan memiliki visi pembangunan Polri yang profesional, bermoral dan moderen.
2) Kontrak Kerja
Setiap pimpinan Polri harus menandatangani “kontrak kerja” selama jangka waktu tertentu untuk menjalankan program-program kerja yang diajukannya ketika mengikuti seleksi. Kontrak kerja tersebut juga mencakup komitmen untuk merelisasikan program Polmas dengan target pencapaian hasil yang didasarkan atas indikator-indikator keberhasilan yang telah ditetapkan oleh Polri.
Kontrak kerja juga mencakup kemampuan pimpinan Polri dalam membangun etika kerja di lingkungan organisasinya serta mampu mengubah paradigma berpikir anggota Polri yang menjadi bawahannya agar menjadikan Polmas sebagai pendekatan utama Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Pimpinan Polri juga harus mampu menegakkan etika kerja kepolisian bagi diri dan bawahannya serta memotivasi bawahannya agar bekerja secara profesional serta menjaga perilakunya agar tidak melanggar hukum dan etika kerja kepolisian, sehingga diharapkan dapat membangun akuntabilitas Polri di tengah masyarakat.
Dengan adanya kontrak kerja diharapkan pimpinan Polri dapat bekerja secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab untuk meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas Polri serta mensukseskan program Polmas di wilayah kerjanya. Keberhasilan merealisasikan target pencapaian hasil program Polmas selama menjadi pimpinan Polri, maka akan menjadi bahan pertimbangan untuk promosi jabatan yang lebih tinggi. Sebaliknya, kegagalan dalam merealisasikan program Polmas akan menjadi catatan (track record) buruk bagi perjalanan karirnya.
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
Setiap pimpinan Polri juga harus mampu mengembangkan manajemen sumber daya manusia (SDM) di kesatuan yang dipimpinnya, mencakup pembagian tugas dan kewenangan (job description), adanya studi kelayakan (feasibility study) dalam perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), sistem reward and punishment, sistem penilaian kinerja, kaderisasi dan pengembangan karir (promosi, mutasi dan demosi).
1) Deskripsi Kerja (Job Description)
Untuk meningkatkan efektivitas kerja organisasi, seorang pimpinan Polri harus mengetahui beban kerja dan tanggung jawab organisasi sehingga mampu mendistribusikan tugas dan tanggung jawab tersebut kepada sumber daya manusia (SDM) yang tersedia secara tepat.
Pembagian tugas dan tanggung jawab/kewenangan harus dilakukan secara tepat yang didasarkan atas latar belakang pendidikan dan keahlian, prestasi dan pengalaman setiap personil yang ada. Adanya pembagian kerja yang jelas tersebut juga harus ditunjang oleh sistem atau metode hubungan dan tata cara kerja antar bagian atau unit dalam organisasi Polri tersebut.
Dengan adanya pembagian kerja yang jelas dari setiap personil, maka tugas dan tanggung jawab seorang petugas Polmas juga akan jelas dan tidak dibebani oleh tugas dan tanggung jawab lain yang dapat mengganggu kinerja penerapan Polmas.
2) Studi Kelayakan dalam Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk menghasilkan kinerja organisasi yang optimal, maka dibutuhkan perencanaan dan strategi pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang terarah dan tepat sasaran. Perencanaan dan strategi pengembangan sumber daya manusia tersebut hendaknya didasarkan atas hasil kajian yang mendalam terhadap berbagai aspek kebutuhan organisasi dan cakupan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
Kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk menerapkan Polmas hendaknya didasarkan atas berbagai aspek, seperti aspek kultur masyarakat, perangkat kebijakan yang diperlukan, ketersediaan sumber daya dan lain-lain. Pimpinan Polri hendaknya mampu membuat perencanaan dan strategi pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk menerapkan program Polmas yang didasarkan atas hasil studi kelayakan pada aspek kebijakan, kelembagaan, struktur masyarakat, karakter dan budaya masyarakat serta sumber daya agar penerapan program Polmas dapat berjalan secara efektif.
3) Sistem Imbalan dan Hukuman (Reward and Punishment)
Untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja personil Polri, maka pimpinan Polri dapat menerapkan sistem imbalan dan hukuman (reward and punishment). Setiap personil Polri yang berprestasi atau berhasil melaksanakan tugas dengan baik harus diberikan imbalan (reward) yang pantas dan personil yang dinilai gagal melaksanakan tugas atau melanggar kode etik akan mendapatkan hukuman (punishment).
Untuk meningkatkan performa program Polmas, pimpinan Polri dapat menerapkan sistem imbalan dan hukuman kepada setiap personil yang bertanggung jawab terhadap program tersebut. Personil yang dinilai berhasil menjalankan program Polmas akan mendapatkan imbalan berupa promosi kenaikan pangkat atau jenjang jabatan yang lebih tinggi.
Dengan diterapkan sistem imbalan dan hukuman tersebut, maka setiap personil Polri akan bersaing secara sehat untuk terlibat dalam program Polmas. Adanya insentif promosi tersebut diharapkan setiap personil Polri akan berusaha mempelajari dan memahami Polmas secara baik, sehingga pada akhirnya akan mengubah paradigma atau cara berpikir setiap personil Polri terhadap Polmas.
4) Sistem Penilaian Kinerja
Untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja personil Polri, dibutuhkan sistem penilaian kinerja yang akuntabel, adil dan transparan. Pimpinan Polri harus mampu membangun sebuah sistem penilaian kinerja yang adil (fairness), obyektif dan transparan. Penilaian kinerja harus didasarkan atas kriteria yang jelas dan baku serta tidak bersifat subyektif yang dapat ditafsirkan atas dasar like or dislike (suka atau tidak suka).
Mekanisme penilaian tidak hanya bersifat top down atau atasan terhadap bawahan, namun juga bersifat 2 (dua) arah, yakni penilaian yang bersifat vertikal (atasan terhadap bawahan dan bawahan terhadap atasan) serta bersifat horisontal, yakni antar personil Polri dalam jenjang kepangkatan atau jabatan yang sama. Penilaian didasarkan atas dasar fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya dan bukan atas isu/gosip atau asumsi semata.
5) Pengembangan Karir (Promosi, Mutasi dan Demosi)
Untuk meningkatkan atau menjaga semangat (spirit) kerja personil Polri, pimpinan Polri harus mampu membangun sistem pengembangan karir yang memungkinkan setiap personil memiliki kesempatan untuk meningkatkan karir atau jabatannya. Pengembangan karir tersebut dapat dibangun melalui sistem promosi, mutasi dan demosi yang adil, obyektif dan transparan.
Setiap personil yang berprestasi atau berhasil melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara baik, berhak mendapatkan promosi peningkatan pangkat dan jabatan. Dan sebaliknya, personil Polri yang dinilai gagal atau tidak berhasil menjalankan tugas dan tanggung jawabnya atau melanggar etika kerja kepolisian, akan mendapatkan demosi atau penurunan pangkat dan jabatan.
Pimpinan Polri juga harus dapat membangun mekanisme mutasi atau pemindahan tempat tugas personil Polri secara transparan. Setiap personil berhak mengetahui alasan atau sebab dilakukannya mutasi terhadap dirinya. Dengan adanya sistem promosi dan demosi serta mekanisme mutasi yang jelas, adil, obyektif dan transparan, maka setiap personil Polri yang bertanggung jawab terhadap penerapan Polmas akan bekerja secara optimal guna mendapatkan promosi dan mutasi ke jenjang karir yang lebih tinggi.
6) Kaderisasi
Untuk menjaga ketersediaan personil yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang tertentu, maka harus ada mekanisme atau sistem pengkaderan yang berkesinambungan. Pengkaderan personil sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) implementasi sebuah program kerja atau kegiatan.
Adanya mekanisme promosi atau demosi, memungkinkan setiap personil Polmas dimutasi untuk mengisi jabatan lain, sehingga dapat mengakibatkan kekosongan posisi jabatan yang ditinggalkan personil tersebut. Penempatan personil yang kurang tepat atau tidak memiliki kemampuan/keahlian dalam penerapan Polmas, dapat mengganggu aktivitas kerja atau penerapan program Polmas yang sedang berjalan.
Untuk mengantisipasi hal di atas, pimpinan Polri harus membangun sistem pengkaderan yang baku, obyektif dan transparan. Pengkaderan dapat dibangun melalui proses pendidikan dan latihan, sosialisasi atau pembelajaran sambil bekerja (learning by doing) melalui transformasi pengetahuan atau keterampilan antar personil Polri yang menduduki posisi atau jabatan di Polmas.
c. Rasionalitas Sistem Birokrasi Polri
Keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya, sangat ditentukan oleh sistem birokrasi dan budaya organisasi. Sebuah sistem birokrasi yang korup, dapat membentuk atau mendorong orang yang jujur menjadi korup pula. Sistem birokrasi dapat menjadi “penjara” bagi ide-ide kreatif dan inovatif serta dapat membentuk “mentalitas” seseorang yang berada di dalam birokrasi tersebut.
Untuk menciptakan lingkungan organisasi yang sehat, pimpinan Polri harus melakukan evaluasi atau penilaian kesehatan organisasi Polri yang dipimpinnya (organization health audit). Kesehatan organisasi merupakan prasyarat bagi berkembangnya ide-ide atau pemikiran kreatif dan inovatif bagi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Berkembangnya ide-ide atau gagasan pemikiran tentang penerapan Polmas, kadang terkendala oleh sistem birokrasi yang menghambat penerapan Polmas seperti lambatnya prosedur pencairan anggaran Polmas.
Pimpinan Polri harus menghilangkan segala hambatan birokrasi melalui rasionalitas birokrasi yang mampu mendukung berkembangnya ide-ide atau gagasan pemikiran yang dapat meningkatkan akselerasi penerapan Polmas di seluruh wilayah tugas Polri.
d. Sistem Pengawasan dan Penilaian (Monitoring dan Evaluasi)
Untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja personil Polri, dibutuhkan sistem pengawasan dan penilaian terhadap perencanaan dan implementasi program kerja atau kegiatan guna mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan program kerja atau kegiatan tersebut. Mekanisme pengawasan dilakukan secara berkala, mencakup pengawasan internal organisasi Polri dan pengawasan yang dilakukan pihak lain di luar Polri, seperti masyarakat, media massa, ormas, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain-lain. Sedangkan sistem penilaian (evaluasi) dilakukan pada setiap periode tertentu atau pada akhir program kerja dan didasarkan atas kriteria dan indikator keberhasilan program kerja yang jelas dan transparan.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan dan berbagai hambatan yang ditemui dalam penerapan Polmas, pimpinan Polri harus mampu mengembangkan sistem pengawasan dan penilaian kinerja. Pengawasan internal organisasi dilakukan melalui pembuatan laporan kemajuan (progress report) penerapan Polmas secara berkala (misalnya bulanan atau triwulan). Dan untuk mengetahui kebenaran isi laporan kemajuan, pimpinan Polri harus melakukan peninjauan atau kunjungan lapangan guna menilai sejauh mana keberhasilan penerapan Polmas serta berbagai kendala yang dihadapi personil Polri di lapangan.
Pimpinan Polri dapat membangun mekanisme pengawasan eksternal guna mendapatkan berbagai masukan ide, gagasan, pemikiran atau keluhan anggota masyarakat, ormas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), baik yang disampaikan secara langsung kepada pimpinan Polri maupun yang disampaikan melalui pemberitaan media massa. Berbagai masukan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan pimpinan Polri untuk menilai kinerja personil Polri guna meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Polri di mata masyarakat.
e. Pertanggungjawaban dan Akuntabilitas Publik
Polri merupakan lembaga publik yang secara struktural bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia, namun secara moral juga bertanggung jawab kepada rakyat, karena sumber anggaran Polri berasal dari pajak-pajak yang dibayarkan masyarakat. Oleh karena itu, Polri harus mempertanggungjawabkan seluruh penggunaan anggaran kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas publik oleh Polri.
Sebagai bentuk akuntabiltas publik, pimpinan Polri dapat membangun mekanisme pertanggungjawaban setiap unit atau bagian dari kesatuan Polri yang dipimpinnya. Setiap unit atau bagian di kesatuan Polri (Mabes, Polda, Polres dan Polsek) harus membuat laporan pertanggungjawaban yang menunjukkan tingkat pencapaian hasil (performance) berdasarkan perbandingan antara perencanaan dengan realisasi (program dan anggaran).
f. Keterlibatan Pihak-pihak Terkait (Stakeholder Engagement)
Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) bukan hanya urusan Polri semata, namun merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Untuk itu, Polri membutuhkan dukungan dari berbagai pihak terkait (stakeholders) guna memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), pimpinan Polri harus mampu membangun dukungan dari berbagai kalangan, seperti pemerintah daerah, DPRD, dunia usaha (private sector), media massa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi dan masyarakat. Dukungan stakeholders dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan masyarakat, media massa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap sikap dan perilaku personil Polri, dukungan anggaran melalui APBD, partisipasi dunia usaha dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui program community development atau corporate social responsibility (CSR) serta kalangan akademisi dalam bentuk gagasan pemikiran, ide-ide maupun kritik guna terwujudnya akuntabilitas Polri.

[1] Direktur Eksekutif ICPS

Sistem Managemen Pengamanan

KULTUR POLRI BERUBAH,.......BISAKAH ?


"" AKSELERASI TRANSFORMASI KULTURAL POLRI  ""

1. PENDAHULUAN

Saat ini seluruh dunia tertuju pada krisis ekonomi yang terjadi secara global, dimana negara-negara yang dilanda krisis tersebut berlomba-lomba untuk bangkit dari keterpurukan, dan melupakan aspek perkembangan lainnya seperti perkembangan budaya, dimana perkembangan budaya tersebut justru merupakan hal akan berpotensi menimbulkan permasalahan yang sangat besar dan bahkan dampaknya akan mengancam tatanan kehidupan suatu bangsa.

Sebagaimana disampaikan oleh Samuel P. Huntington dalam “Clash of Civilization“, (2002); bahwa “sumber konflik global di masa mendatang bukan lagi berupa konflik ideologi ataupun konflik ekonomi, namun akan bergeser pada konflik budaya (peradaban). Selain itu benturan peradaban tersebut disebabkan oleh perbedaan yang mendasar antara peradaban dan global kultural yang berakibat pada terkikisnya akar-akar identitas lokal”.

Beranjak dari permasalahan tersebut di atas, maka Polri dengan reformasinya di bidang struktural, instrumental dan kultural harus mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan strategik yang terjadi secara global, regional maupun nasional. salah satu upaya yang perlu dilakukan Polri untuk mengantisipasi perkembangan budaya adalah meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, sehingga mampu menghasilkan suatu produk pelayanan prima dalam rangka pencapaian Grand Strategi Polri 2025, yang pada gilirannya dapat mengatasi permasalahan “akselerasi transformasi kultural berbasis pelayanan guna mengantisipasi dampak perkembangan budaya dalam rangka tercapainya Grand Strategi Polri”, dengan persoalan-persoalan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah perkembangan budaya yang terjadi secara global, regional dan nasional?

b. Bagaimana dampak perkembangan budaya terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat?

c. Bagaimanakah akselerasi transformasi kultural yang dilakukan Polri guna mengantisipasi dampak perkembangan budaya dalam rangka mencapai Program Grand Strategi Polri?

2. PEMBAHASAN

a. Perkembangan budaya yang terjadi secara global, regional dan nasional

Berdasarkan penelitian tersebut seorang tokoh, guru besar dan budayawan dunia asal Inggris lulusan Cambridge University, Raymond Williams merefleksikan kebudayaan ke dalam 3 (tiga) arus penggunaan istilah budaya, yaitu; Pertama, budaya mengacu kepada perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis manusia. Kedua, memetakan khasanah kegiatan intelektual dan arsitek sekaligus produk-produk yang dihasilkan manusia. Ketiga, gambaran cara hidup, kegiatan, keyakinan adat kebiasaan manusia.

Sedangkan menurut pakar antropolog sekaligus guru besar Universitas Indonesia Almarhum Prof. Dr. Koentjoroningrat memberikan pecahan unsur-unsur kebudayaan secara universal, antara lain; sistem Religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan.

Seiring dengan perjalanan sejarah tersebut manusia selalu cenderung mencari, mengeksplor, dan berinovasi untuk meningkatkan kesejahteraannya hingga menghasilkan suatu “Era” yang disebut “Globalisasi”, dimana hal tersebut bukan saja telah merubah tatanan kehidupan bermasyarakat pada berbagai aspek (ideologi, politik, ekonomi sosial budaya dan Hankam), namun juga telah menembus batas, ruang, dan waktu, artinya bahwa globalisasi telah menciptakan dunia seolah-olah tidak lagi mengenal batasan negara (borderless), dan setiap peristiwa yang terjadi di suatu negara dapat diketahui dengan cepat di negara lainnya.

Adapun perkembangan budaya yang terjadi hingga saat ini adalah sebagai berikut:

1) Global

Nuansa peradaban manusia lebih banyak diwarnai dengan adanya perbedaan dan ego sentris kelompok manusia, begitu pula halnya dengan konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, dimana peradaban kebudayaan barat secara paksa maupun kehendak sendiri, disinyalir dijadikan sebagai barometer peradaban modern dan diakui pengaruhnya sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari.

Era globalisasi diiringi dengan mencuatnya issu demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup telah dimanfaatkan untuk menyebarkan pengaruh budaya modern kepada negara-negara ketiga, namun hal tersebut harus menemui hambatan dan tidak sepenuhnya berlaku bagi bangsa yang memiliki pondasi kuat dalam kebudayaan lokal, bahkan tidak jarang mengalami penolakan yang pada akhirnya menimbulkan konflik dan perlawanan.

Indikasi perlawanan tergambar dari adanya peristiwa konflik yang terjadi di beberapa negara, seperti:

a) Amerika Serikat, terjadinya peristiwa teror peledakan gedung WTC dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001silam oleh gerakan teroris Al-Qaeda sebagai bentuk solidaritas kaum Muslim terkait perlakuan tidak adil Amerika atas perlakuan pemerintah Israel terhadap Palestina.

b) Penjajahan Israel terhadap Palestina disebut-sebut sebagai pembantaian etnis dan agama telah mengundang simpati dari berbagai negara Muslim sehingga menimbulkan ketegangan antar umat beragama di dunia, terutama semangat perlawanan negara-negara Timur Tengah khususnya Iran dengan Amerika.

c) Menurunya dominasi Amerika sebagai polisi dunia, karena kini muncul kekuatan-kekuatan baru di bidang militer untuk mengimbangi kekuatan militer Amerika yang datang dar China, Russia dan Iran, dimana ketiga negara tersebut kini telah memiliki senjata ICBM yang siap diarahkan kepada satelit-satelit Amerika Serikat.

2) Regional

Ketegangan kembali terjadi antara pemerintah Indonesia dengan kerajaan Malaysia terkait kebudayaan, yang berawal pada adanya klaim kesenian tradisional Reog Ponorogo sebagai kebudayaan Malaysia, padahal seperti diketahui bahwa kesenian tersebut merupakan warisan kesenian budaya daerah di Indonesia secara turun temurun. Selain itu konflik juga terjadi karena adanya deportasi para pekerja Indonesia di Malaysia serta perlakuan kekerasan Polisi Diraja Malaysia terhadap TKI yang kemudian dikait-kaitkan sebagai sentimen etnis.

Ketegangan juga terjadi di kawasan Kamboja terkait pendudukan tentara Thailand di kawasan Candi Preah Vihear yang merupakan cagar budaya milik pemerintah Kamboja yang hingga kini masih menemui titik temu untuk mencapai kesepakatan kedua pihak.

3) Nasional

Konflik kekerasan yang ditimbulkan oleh fanatisme agama yang berlebihan berupa teror dan ancaman disintegrasi masih menjadi bagian dari permasalahan pemerintah Indonesia terkait perkembangan budaya di tanah air, indikasi tersebut dapat dilihat dari adanya konflik antar etnis yang terjadi di beberapa daerah terutama Papua. Namun demikian potensi konflik yang mungkin dapat terjadi saat ini adalah konflik yang diakibatkan oleh kepentingan golongan atau kelompok terutama terkait pelaksanaan otonomi daerah, pada kondisi ini potensi pertikaian akan dilandasi oleh kekuasaan wilayah agar dapat memberikan kontribusi maksimal kepada kesejahteraan masyarakatnya.

Gambaran perkembangan budaya secara global, regional dan nasional seperti yang telah dijelaskan di atas akan sangat mempengaruhi proses pembangunan nasional baik secara langsung maupun tidak langsung, karena gambaran tersebut seolah-olah berupaya untuk menjelaskan proses terjadinya penolakan, perlawanan dan bahkan gerakan yang cenderung mengarah kepada terjadinya disintegrasi bangsa dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, hal tersebut akan memberikan inspirasi kepada golongan tertentu untuk membentuk suatu gerakan separatis, sehingga berpotensi menimbulkan konflik yang lebih besar.

b. Dampak perkembangan budaya terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat

Pada prinsipnya kebudayaan mencakup suatu pemahaman yang komprehensif serta sekaligus diuraikan dalam beragam variabel dan cara pemahamannya. Dengan demikian apabila suatu bangsa tidak mampu menerapkan prinsip tersebut, maka akan menimbulkan dampak sebagai berikut:

1) Sempitnya cara pandang masyarakat terhadap perubahan budaya dapat mengancam kekayaan budaya lokal (tradisional) sebagai identitas bangsa oleh kebudayaan modern, dimana kebudayaan modern tersebut dianggap sebagai ajang pergaulan dan ciri masyarakat modern.

2) Seiring meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang politik, telah berdampak pada meningkatnya tuntutan masyarakat akan kesejahteraan, namun hal tersebut belum diimbangi dengan kedewasaan berpolitik yang pada akhirnya diekspresikan melalui tindakan-tindakan kekerasan yang menjurus kepada tindakan anarkis.

3) Meningkatnya berbagai motif kejahatan terutama kejahatan yang memanfaatkan kemajuan dunia teknologi sebagai dampak dari perkembangan budaya di bidang ilmu pengetahuan.

4) Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pemeliharaan keamanan dan ketertiban sebagai dampak dari hilangnya rasa gotong royong dan beralih kepada sifat dan perilaku yang individualistis di dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga memberikan peluang bagi terjadinya tindakan kriminal, bahkan timbul saling ketidakpercayaan diantara golongan masyarakat itu sendiri yang pada gilirannya akan mudah terprovokasi yang mengarah pada terjadinya konflik.

5) Pergeseran pola hidup tradisional yang sederhana dan produktif kearah perubahan gaya hidup modern yang kecenderungan kemewah-mewahan dan konsumtif, sehingga berakibat pada peningkatan angka kejahatan khususnya kejahatan konvensional.

6) Pudarnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta berkurangnya rasa nasionalisme cenderung mengarah kepada terjadinya disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh kecemburuan sosial terkait pembangunan yang tidak merata, terutama pembangunan di wilayah timur Indonesia.

7) Perkembangan budaya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang melalui media cetak maupun elektronik telah memberikan sisi positif, namun juga melahirkan kekhawatiran di kalangan pemuda yang rentan terhadap pengaruh negatif kemajuan teknologi, (seperti adanya tindakan asusila/pornografi dan pornoaksi), sehingga pada akhirnya mengikis moral dan mental bangsa, bahkan cenderung mengabaikan nilai-nilai agama serta budaya adat istiadat.

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh perkembangan budaya bukan saja berdampak pada kehidupan masyarakat, namun juga tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan terjadi pada sikap dan perilaku anggota Polri diantaranya adalah:

1) Pesatnya perkembangan budaya di bidang teknologi yang tidak seutuhnya mampu diimbangi oleh seluruh jajaran anggota kepolisian, sehingga berakibat pada pelayanan publik yang tidak memuaskan bahkan tidak mampu menanggulangi kejahatan yang sebabkan oleh pemanfaatan teknologi.

2) Terdapat kecenderungan akan terjadinya penyalahgunaan wewenang bahkan pelanggaran hukum yang bermuara pada perubahan gaya hidup modern dan pola hidup konsumtif.

3) Kebudayaan Indonesia yang pluralistik menuntut wawasan yang lebih luas dalam memahami kebudayaan lokal, oleh karenanya apabila ha tersebut tidak mampu diwujudkan maka akan berdampak pada terhambatnya implementasi Polmas melalui pendekatan budaya.

4) Meningkatnya pengetahuan masyarakat terkait penegakan hukum menuntut Polri melakukan perubahan budaya pola kerja kepolisian ke arah pelayanan yang cepat, mudah dan murah masyarakat terhadap, maka apabila hal ini tidak mampu dipenuhi akan berakibat pada menurunnya profesionalisme Polri yang tengah gencar digalakkan.

5) Perkembangan globalisasi di bidang budaya berpengaruh pula terhadap budaya pelayanan prima di dalam tubuh Polri, dimana selama ini Polri belum sepenuhnya mampu menunjukan prinsip ketanggapsegeraan (responsiveness), keterbukaan (openness), dan akuntabilitas (accountability).

c. Akselerasi transformasi kultural Polri guna mengantisipasi dampak perkembangan budaya dalam rangka mencapai Program Grand Strategi Polri

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2002 bahwa Polri berperan sebagai penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta pemelihara keamanan dan ketertiban, oleh karena itu melalui program Grand Strategi Polri 2025 Kapolri berkomitmen untuk menjadikan perubahan kultur polisi sipil sebagai prioritas akselerasi transformasi Polri dalam rangka mewujudkan pelayanan prima.

Untuk lebih jelasnya di bawah ini merupakan pentahapan Grand Strategi Polri 2005-2025:

1) Tahap I (2005-2010): Membangun kepercayaan (trust building) merupakan faktor pendukung dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian secara efektif dan efisien.

2) Tahap II (2011-2015): Membangun kemitraan (partnership building) Polri merupakan kunci dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, oleh karena itu Polri perlu melakukan kolaborasi dengan institusi terkait maupun masyarakat untuk pembangunan kemitraan.

3) Tahap III (2016-2025): Menuju kesempurnaan (strive for excellence), untuk mencapai kondisi ini, Polri harus mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, untuk itu diperlukan kapabilitas, integritas, akuntabilitas, transparansi, kualitas, berbasis teknologi dan ilmu pengetahuan.

Untuk mensukseskan akselerasi Grand Strategi Polri di atas, maka seyogyanya Polri perlu mengantisipasi dampak perkembangan budaya melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengajak dan menghimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama memperkuat ketahanan budaya lokal sebagai identitas bangsa terhadap ancaman keterpurukan budaya lokal sehubungan dengan masuknya kebudayaan modern.

2) Meningkatkan kewaspadaan kepada masyarakat terkait dampak negatif perkembangan budaya di bidang politik sehingga masyarakat mampu menyalurkan aspirasinya melalui tata cara yang sesuai dengan demokrasi agar tidak sampai merebak kepada tindakan-tindakan kekerasan yang mengarah kepada tindakan anarkis.

3) Melakukan kerja sama dengan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai motif kejahatan yang memanfaatkan kecanggihan teknologi.

4) Mengajak masyarakat untuk ikut peduli terhadap keamanan ketertiban di lingkungannya dengan membangun prinsip gotong royong dan memperkokoh rasa kebersamaan sehingga terhindar dari aksi provokasi perpecahan yang mengarah pada terjadinya konflik .

5) Menghimbau kepada masyarakat untuk mempertahankan pola hidup sederhana di tengah-tengah gaya hidup modern sehingga dapat menghindari dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kejahatan konvensional.

6) Melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk bersama-sama memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan rasa nasionalisme untuk menangkal dan mencegah terjadinya disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh kecemburuan sosial.

7) Melaksanakan program Polmas melalui pemanfaatan fungsi Forum Kemitraan Polisi-Masyarakat (FKPM) dengan menyelenggarakan kegiatan kepemudaan, kegiatan keagamaan, seminar dan diskusi ilmiah tentang dampak perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga mampu meningkatkan moral dan mental bangsa dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan adat istiadat.

Apabila perkuatan ketahanan masyarakat mampu diwujudkan, maka Polri harus lebih meningkatkan lagi pelayanannya kepada masyarakat melalui pelayanan prima Polri sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, namun masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk menuju pelayanan sesuai dengan kehendak masyarakat, dalam rangka pencapaian Grand Strategi Polri.

Sesuai dengan arahan Kapolri bahwa akselerasi transformasi Polri ditekankan pada perubahan kultur polisi sipil sebagai upaya untuk mengantisipasi dampak perkembangan budaya baik secara global, regional, maupun nasional sebagai mana berikut ini :

1) Meningkatkan kemampuan di bidang teknologi guna meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat dalam rangka menanggulangi kejahatan yang memanfaatkan kemajuan teknologi, sehingga mampu mengantisipasi dampak perkembangan budaya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Melakukan pengawasan terhadap perilaku anggota Polri guna menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang ataupun pelanggaran hukum terkait perubahan gaya hidup modern.

3) Meningkatkan dan memperluas wawasan kebangsaan guna memahami karakteristik budaya lokal sebagai implementasi Polmas melalui pendekatan budaya dalam rangka menciptakan situasi keamanan dan ketertiban yang kondusif.

4) Melakukan terobosan ataupun inovasi di bidang pola kinerja kepolisian sehingga tercipta pelayanan prima yang cepat, mudah dan murah dalam rangka mewujudkan postur Polri yang profesional, bermoral dan modern.

5) Memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat sebagai perwujudan pelayanan prima Polri dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip ketanggapsegeraan (responsiveness), keterbukaan (openness), dan akuntabilitas (accountability).

3. KESIMPULAN

a. Perkembangan budaya yang terjadi secara global, regional dan nasional tidak lepas dari peradaban manusia lebih banyak diwarnai dengan adanya perbedaan dan egosentris manusia. Dan era globalisasi telah memunculkan issu global berupa demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup.

b. Dampak perkembangan budaya terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat lebih dominan terkait dengan perkembangan budaya itu sendiri diantaranya, yaitu; terancamnya kebudayaan budaya lokal, meningkatnya tuntutan masyarakat akan kesejahteraan, pemanpaatan kemajuan teknologi untuk menciptakan berbagai motif kejahatan, kurangnya kepedulian masyarakat terhadap Kamtibmas, pegeseran pola dan gaya hidup, pudarnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta nasionalisme, terkikisnya moral dan mental bangsa.

c. Adapun dampak yang mungkin terjadi terhadap sikap dan perilaku anggota Polri diantaranya; kurangnya kualitas pelayanan terhadap masyarakat terkait penanggulangan kejahatan yang memanfaatkan teknologi, terjadinya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum karena perubahan gaya hidup modern, kurangnya wawasan dalam memahami karakteristik budaya lokal, meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kinerja pelayanan Polri, dan belum adanya prinsip-prinsip pelayanan prima dalam pelayanan Polri.

d. Akselerasi transformasi kultur Polri dalam mengantisipasi dampak perkembangan budaya dalam rangka pencapaian program Grand Strategi Polri 2025 dengan tahapan; Tahap I (2005-2010): Membangun kepercayaan (trust building), Tahap II (2011-2015): Membangun kemitraan (partnership building), Tahap III (2016-2025): Menuju kesempurnaan (strive for excellence).

e. Langkah-langkah Polri dalam mengantisipasi perkembangan budaya melalui; perkuatan ketahanan budaya lokal sebagai identitas bangsa, meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap dampak perkembangan budaya di bidang politik, melakukan kerjasama dengan masyarakat untuk mengantisipasi berbagai motif kejahatan dengan memanfaatkan teknologi, mengajak masyarakat untuk ikut peduli terhadap Kamtibmas, menghimbau masyarakat untuk mempertahankan pola hidup sederhana, melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta rasa nasionalisme, dan melaksanakan program Polmas melalui pemanfaatan FKPM dalam meningkatkan moral dan mental bangsa.

f. Antisiapsi dampak perkembangan budaya terhadap perilaku Polri diantaranya; meningkatkan kemampuan di bidang teknologi, melakukan pengawasan terhadap perilaku meyimpang, memperluas wawasan kebangsaan, melakukan terobosan dan inovasi dalam meningkatkan pelayanan prima Polri yang cepat, murah dan murah, menjunjung tinggi prinsip-prinsip ketanggapsegeraan, keterbukaan dan akuntabilitas.